Monday, 7 March 2016

Dewi: #1 part 2



Gain balik kanan, dongkol. Lebih baik pergi dari pada tak mampu mengendalikan diri di depan banyak orang. Cukup baginya menunjukkan protes, memberi kode bahwa dia mendengar semua ucapan mamanya yang menjengkelkan hati. Sikapnya itu saja pasti sudah membuat mama kelabakan.


Benar, mama mengejarnya setelah buru-buru permisi pada tamunya.

 “Jadi begitu ma???” wajahnya kesal. Di matanya, genangan air ditahan agar tak tumpah.

“Dengarkan mama Gain, maksud mama bukan…”

“Bukan apa? Terus apa maksud mama? Mama ingin yang terbaik? Gain sudah tahu!!! Mama mengucapkan itu setiap hari!”marahnya meledak.

“Mama kelepasan, Mama terdesak. Mama tak seharusnya terpengaruh oleh obrolan kawan-kawan mama tadi. Kamu tak seharusnya mendengar itu seperti ini, seperti tadi” mama terisak.

“Tak seharusnya? Seperti tadi? Jadi mama benar-benar ingin mengatur hidupku ma? Sampai kapan ma??? Tak cukupkah semua ini?”

“Aku ingin jadi anak berbakti. Tapi aku capek Ma” Genangan air di  matanya telah tumpah. Gain terisak. “Mama tak pernah puas mengaturku. Aku selalu mengikuti keinginan mama. Tapi mama selalu ingin lebih”

“Mama… ingin yang terbaik buatmu” mama berusaha mencari kalimat terbaik untuk meluluhkan hati anak lelakinya, namun hanya itu yang terucap. Dan Gain telah hafal kalimat itu di luar kepala

“Okay, mama tak salah, mama selalu ingin yang terbaik untukku. Salah mama hanya satu. Mama lupa aku punya hati. Mama lupa aku punya perasaan” Gain berlalu menuju kamarnya. Pintunya dibanting meninggalkan debam kencang, mewakili teriakan hatinya yang terluka.

Pintu kamarnya terkunci dari dalam. Tak ada yang berhasil membuatnya keluar. Tangisan mama, rengekan adiknya, pun teriakan khawatir pembantu-pembantunya.

Tengkurap di atas Kasur dan memeluk guling yang menyesap air matanya. Sosok superheronya lenyap, seandainya ada yang melihatnya saat ini.

Untung dia memiliki segala yang dibutuhkan di dalam kamar. Kamar mandi ada, dia tak butuh keluar jika hanya untuk wudhu atau buang hajat. Stok makanan ringan dan air mineral di lemarinya sangat cukup jika hanya untuk mengganjal perut. Capek tersedu, dia menghibur diri dengan bermain gitar. Kesal, tidur lagi. Males…

Kenapa hidupnya begitu membosankan??? Teriaknya dalam hati.

Segalanya tersedia. Segalanya dengan mudah diraihnya. Jadi anak baik, mematuhi setiap petuah orang tua, harus ini, tak boleh itu. Pulang sekolah jam segini. Jangan pacaran. Lakukan ini, buatlah itu. Hidupnya tertata. Rapi. Manis. Tanpa rasa pahit. Terlalu manis, malah. Hingga membuatnya eneg, serasa menanggung diabetes karena kebanyakan gula.

Tengah malam Gain terbangun. Nafasnya ngos-ngosan seolah mimpinya dikejar anjing tadi benar-benar nyata. Tiba-tiba terpikir olehnya, bagaimana rasanya kabur dari rumah? Jauh dari rumah, mengatur hidup sendiri, tidakkah itu nikmat?

Dibukanya jendela yang menghadap taman luas di samping rumah. Lengang. Bagiamana kalau sekarang? Oh, tidak. Pasti harus banyak hal yang akan disiapkannya jika dia serius minggat dari rumah. Tidak, tidak sekarang.

Okelah, at least dia ingin menghirup udara luar. Setidaknya berjalan-jalan di halaman rumahnya sendiri. **

“Mau ditemani?” Sebuah suara mengagetkan meski tlah diupayakannya menarik gagang pintu sepelan mungkin.

1 comment:

  1. ini ada lanjutannya kan Mbak Hida? ayo ayo ditunggu kelanjutannya :D

    ReplyDelete