Gain balik kanan, dongkol. Lebih baik
pergi dari pada tak mampu mengendalikan diri di depan banyak orang. Cukup
baginya menunjukkan protes, memberi kode bahwa dia mendengar semua ucapan
mamanya yang menjengkelkan hati. Sikapnya itu saja pasti sudah membuat mama
kelabakan.
Benar, mama mengejarnya setelah
buru-buru permisi pada tamunya.
“Jadi
begitu ma???” wajahnya kesal. Di matanya, genangan air ditahan agar tak tumpah.
“Dengarkan mama Gain, maksud mama
bukan…”
“Bukan apa? Terus apa maksud mama? Mama
ingin yang terbaik? Gain sudah tahu!!! Mama mengucapkan itu setiap hari!”marahnya
meledak.
“Mama kelepasan, Mama terdesak. Mama tak
seharusnya terpengaruh oleh obrolan kawan-kawan mama tadi. Kamu tak seharusnya
mendengar itu seperti ini, seperti tadi” mama terisak.
“Tak seharusnya? Seperti tadi? Jadi mama
benar-benar ingin mengatur hidupku ma? Sampai kapan ma??? Tak cukupkah semua
ini?”
“Aku ingin jadi anak berbakti. Tapi aku
capek Ma” Genangan air di matanya telah
tumpah. Gain terisak. “Mama tak pernah puas mengaturku. Aku selalu mengikuti
keinginan mama. Tapi mama selalu ingin lebih”
“Mama… ingin yang terbaik buatmu” mama
berusaha mencari kalimat terbaik untuk meluluhkan hati anak lelakinya, namun
hanya itu yang terucap. Dan Gain telah hafal kalimat itu di luar kepala
“Okay, mama tak salah, mama selalu ingin
yang terbaik untukku. Salah mama hanya satu. Mama lupa aku punya hati. Mama
lupa aku punya perasaan” Gain berlalu menuju kamarnya. Pintunya dibanting
meninggalkan debam kencang, mewakili teriakan hatinya yang terluka.
Pintu
kamarnya terkunci dari dalam. Tak ada yang berhasil membuatnya keluar. Tangisan
mama, rengekan adiknya, pun teriakan khawatir pembantu-pembantunya.
Tengkurap
di atas Kasur dan memeluk guling yang menyesap air matanya. Sosok superheronya
lenyap, seandainya ada yang melihatnya saat ini.
Untung
dia memiliki segala yang dibutuhkan di dalam kamar. Kamar mandi ada, dia tak
butuh keluar jika hanya untuk wudhu atau buang hajat. Stok makanan ringan dan
air mineral di lemarinya sangat cukup jika hanya untuk mengganjal perut. Capek
tersedu, dia menghibur diri dengan bermain gitar. Kesal, tidur lagi. Males…
Kenapa
hidupnya begitu membosankan??? Teriaknya dalam hati.
Segalanya
tersedia. Segalanya dengan mudah diraihnya. Jadi anak baik, mematuhi setiap
petuah orang tua, harus ini, tak boleh itu. Pulang sekolah jam segini. Jangan
pacaran. Lakukan ini, buatlah itu. Hidupnya tertata. Rapi. Manis. Tanpa rasa
pahit. Terlalu manis, malah. Hingga membuatnya eneg, serasa menanggung diabetes
karena kebanyakan gula.
Tengah
malam Gain terbangun. Nafasnya ngos-ngosan seolah mimpinya dikejar anjing tadi
benar-benar nyata. Tiba-tiba terpikir olehnya, bagaimana rasanya kabur dari
rumah? Jauh dari rumah, mengatur hidup sendiri, tidakkah itu nikmat?
Dibukanya
jendela yang menghadap taman luas di samping rumah. Lengang. Bagiamana kalau
sekarang? Oh, tidak. Pasti harus banyak hal yang akan disiapkannya jika dia
serius minggat dari rumah. Tidak, tidak sekarang.
Okelah,
at least dia ingin menghirup udara
luar. Setidaknya berjalan-jalan di halaman rumahnya sendiri. **
“Mau
ditemani?” Sebuah suara mengagetkan meski tlah diupayakannya menarik gagang
pintu sepelan mungkin.
ini ada lanjutannya kan Mbak Hida? ayo ayo ditunggu kelanjutannya :D
ReplyDelete