Dulu, seujung-kuku pun saya tidak berani punya mimpi keliling
dunia. What? keliling dunia? boro-boro! Bisa traveling
gratis keluar kota saja sudah girang luar biasa.
Saya bukan anak raja, bukan anak ulama. Bapak (alm) adalah lulusan
SMP yang selalu merasa beruntung bisa menjadi pegawai negeri golongan dua. Ibu
adalah lulusan SD yang berjualan es teh di pasar besar agar asap dapur terus
mengepul. Setiap hari ibu menunggui rombong kecil hasil karya Bapak, menjadi
pahlawan bagi para kuli panggul yang kehausan.
Meski orang biasa, kedua orang tua saya istimewa. Bapak adalah
pelahap buku sejarah dan budaya Jawa yang Masyaallah. Dari gaji bulanan yang entah
berapa, dipotong angsuran ini-itu, disisihkan untuk menafkahi nenek, dan
selebihnya untuk kebutuhan pendidikan dan konsumsi keluarga, ada majalah
berbahasa Jawa yang setiap bulan diantar pak pos ke rumah kami.
Budget langganan majalah dianggarkan Bapak entah sejak kapan, yang jelas ada banyak majalah dengan merek sama di rumah berdinding triplek kami. Sebuah lemari kayu besar sampai tak muat menyimpannya. Pernah, Bapak tertarik memiliki buku yang sudah tidak lagi cetak hingga melakukan korespondensi dengan penerbitnya berkali-kali. Walhasil paket berisi beberapa fotokopian buku datang ke rumah kami. Bapakku yang gigih.
Budget langganan majalah dianggarkan Bapak entah sejak kapan, yang jelas ada banyak majalah dengan merek sama di rumah berdinding triplek kami. Sebuah lemari kayu besar sampai tak muat menyimpannya. Pernah, Bapak tertarik memiliki buku yang sudah tidak lagi cetak hingga melakukan korespondensi dengan penerbitnya berkali-kali. Walhasil paket berisi beberapa fotokopian buku datang ke rumah kami. Bapakku yang gigih.
Di kantor, Bapak menjadi rujukan banyak petinggi soal budaya
Jawa. Dari jujugan menjawab PR untuk anaknya pegawai hingga menggambar wayang di
atas cengkir untuk syukuran tujuh bulanan kehamilan. Sesekali datang pesanan
melukis karakter wayang di atas kaca. Bapak kebangganku memang banyak bisanya.
Sementara ibu, ahli berhitung idola kami sekeluarga. Ibu yang tak kenal sempoa,
tak mengerti jarimatika, mampu menyebut angka berapapun dengan operasi bilangan
apapun yang ditanyakan anak-anaknya tanpa menghitung di atas kertas. Ajaib
betul.
Saya, si bungsu Bapak yang suka membaca dan Ibu yang cepat
berhitung, berhasil menjadi juara kelas sejak SD hingga SMP, kemudian lolos ke
SMA favorit di Malang yang bersubsidi setiap bulannya. Karena ditunjuk ikut
lomba ini dan itu, alhamdulillah, Jakarta dan beberapa kota di Jawa pernah saya
datangi, gratis. Namun begitu, saya selalu menyadarkan diri, pantang membebani
orang tua. Cukuplah mereka menanggung biaya hidup dan sekolah saya SD hingga
kuliah nanti. S2 nya apa nggak pengin? Bangeet lah, tapi nanti saja, bekerja
dulu, cari penghasilan dulu.
Mupeeng.... lama-lama saya ketularan juga. Cita-cita untuk mengitari Bumi pun saya pertimbangkan dalam daftar "God please make my dreams come true".
Tapi begitu saja. Mimpi. Baru mimpi. Saya tak tahu harus bagaimana dan
dari mana untuk bisa keliling dunia. Waktu berlalu.
Alhasil, saya berhasil terbang ke luar negeri untuk pertama kali
pada awal September 2015. Mengikuti Gong Traveling: Explore Singapore, Saya
tidak hanya beruntung dapat menikmati panorama di luar tanah air, namun juga
belajar bersama Bapaknya si Roy, penulis kenamaan Forum Lingkar Pena, Mas Gol A
Gong. Bagaimana ceritanya? cukup panjang sih...
Nama Forum Lingkar Pena (FLP) sebenarnya sudah akrab di
telinga saya sejak awal berdirinya, tahun 1997. Pasalnya, organisasi ini
punya ikatan erat seperti amplop dan perangko dengan Annida, majalah kesayangan
saat itu. Sebagai pembaca setia (Bapak jelas berhasil menularkan hobinya), tentu saya akrab dengan nama dan karya
pegiatnya. Setelah melanjutkan studi di Yogyakarta, diskusi kepenulisan bersama
bunda Helvy Tiana Rosa sampai korespondensi
dengan penulis favorit Sakti Wibowo sempat saya lakukan. Namun karena belum
cukup percaya diri dengan kemampuan menulis, belum ada krenteg untuk
bergabung dengan FLP.
Saya dan orang-orang keren anggota FLP itu rasanya
seperti...
engkau berada jauh di sana dan aku di rumah
memandang kagum pada dirinya dalam layar kaca (eh buku)
nah malah nyanyi, gitu deh...
Ya, saya suka menulis. Namun lebih ke tulisan ilmiah.
Beberapa, Alhamdulillah menjuarai lomba. Sedangkan karya populer saya, paling banter
hanya terbit di dinding kamar kost sebagai mading pribadi. Sekedar memaksa diri
agar selalu menulis. Beberapa puisi kadang saya hadiahkan kepada teman yang
sedang dirundung duka.
Usai kuliah, saya kembali ke kampung halaman. Ada tekad
untuk lebih sering menulis agar pikiran tidak tumpul. Niatnya, menghidupkan
semangat belajar Yogya di kepala. Dan Alhamdulillah, Majalah Akbar milik
pemerintah kota Tuban menjadi alamat menuangkan opini demi opini.
Detik berlalu, menit berganti. Hari berlari. Tahu-tahu,
buku harian yang dulunya setiap menjelang tidur selalu saya sapa dengan
untaian kata, mangkrak entah di mana
keberadaannya. Sebagai guru baru di sekolah full day, saya tetap menulis,
tetapi bukan puisi, bukan cerpen, bukan opini, bahkan sekedar renungan santai. Tulisan
baru ini bergenre administrasi dan
rencana pembelajaran, serta soal ulangan. Tangan saya kaku, pikiran kering,
hati buntu merespon realitas. Hasrat menulis hilang. Syediih...
Suatu
saat ketika sedang menata rak buku besar dengan ratusan buku yang berantakan,
kertas warna-warni beraneka bentuk menyembul tanpa diharapkan. Saya pungut dan
amati, ternyata mereka hasil coretan yang pernah saya pajang di majalah dinding pribadi, dulu.
Saya dibawa flash-back hingga sesi bersih-bersih di akhir pekan itu terlupakan.
Lucu dan seru, namun tiba-tiba ada suara tanpa bunyi yang menyapa,
“Sudah lama
banget ya nggak nulis yang begini?”
Menulis!
Menulis! Menulis! Saya harus menulis agar bisa berdiskusi dengan diri sendiri.
Saya butuh menulis agar pikiran-pikiran yang sering menyembul di kepala tanpa diminta ini tidak keburu menguap.
Saya bukan orang yang sangat kaya, apalagi yang dapat saya bagi, jika bukan tulisan?
Saat
azzam itu sudah saya ikrarkan dalam hati, eh esoknya seorang kawan tiba-tiba
menyapa “ustadzah, njenengan suka
nulis kan?” Dia menceritakan sebuah komunitas yang sedang diprakarsainya, Komunitas
SEMUT (sekolah menulis Tuban). “ayo bergabung!!” ajaknya.
Appaaah?? Ayuuuk!!!
Ya Rabby yang Maha So Sweet, terimakasih atas pengertianMu.
Akhirnya saya bergabung dalam komunitas yang pada tanggal
23 Agustus 2014 bermetamorfosa menjadi FLP cabang Tuban. Dibimbing oleh para
aktivis FLP Lamongan yang beberapa telah melahirkan karya, semangat saya
terpacu. Semangat itu membuat saya mewajibkan diri untuk memiliki kolom rutin.
Surat lamaran saya layangkan kepada pimpinan redaksi majalah Al Uswah.
Diterima, Yess!!
Meski masih acakadut, saya menulis juga di blog
pribadi dan media sosial. Semakin banyak penulis di friend list, semakin
banyak penerbit yang saya kepoin eventnya. Hingga news feed di
laman akun isinya tulisan para penulis dan penerbit.
Nah, Suatu saat dari penerbit indiva, saya mendapatkan
info tentang kegiatan gong-traveling, sebuah program jalan-jalan ke
Singapore bersama Golagong. Saya sempat beberapa menit googling untuk memastikan bahwa akun yang menulis info tersebut
asli milik mas Golagong dan nomor contact yang saya hubungi adalah asli
milik mbak Tyas Tatanka. Seriuus. Ini acara keren dan murah meriah. Dan
yang pasti....
Oh My God... guweh mau ke luar negeri untuk pertama
kali (hebring)
Dan begitulah, tiga hari dua malam saya dan enam
penulis pemula lainnya akhirnya jalan-jalan bersama mas Golagong keliling
Singapore.
Apa
rasanya jalan-jalan ke luar negeri? Senang? Bersyukur? Yap,
tepatnya ketagihan. Terutama karena Mas Golagong saat itu tidak hanya
mengenalkan kami pada apa yang kami lihat, tapi juga tips agar kami bisa
secepatnya melihat-lihat lagi alam semesta: traveling abroad. Jadi bener
saja, usai datang dari Singapore, ada satu laman yang sering saya kunjungi:
promo tiket pesawat. Kapan pun, seneng saja rasanya mengecek harga tiket kemana
pada musim apa.
Saya
ketagihan jalan-jalan ke luar negeri. Bukan untuk mlete-mletean. Shopping pun
saya sangat sadar budget. Jalan-jalan ke luar negeri bagi saya
adalah proses menuntut ilmu yang luar biasa. Melihat kultur berbeda, perspektif
berbeda, beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda. Ini sungguh sangat
sesuatu: penuh ilmu, penuh hikmah, absolutely mencerahkan dan
mendewasakan.
Nah, setahun
selanjutnya saya menargetkan lagi untuk terbang ke negeri orang. Yang dekat
saja, yang hemat ongkosnya. Tidak dinyana, Tuhan mengabulkan impian saya
lainnya dan membuat kesempatan ini semakin terbuka lebar. Meski harus mundur
sedikit, di awal Januari 2017 saya terbang ke Kuala Lumpur berkat beasiswa LPDP
untuk melakukan riset di sebuah komunitas di sana. Alhamdulillah, halaman paspor
terisi lagi.
(Ya,
gemes sih dengan paspor yang cukup tebal. Masa iya kita hanya akan pakai sekali
dua kali saja selama rentang lima tahun?)
By the
way, kisah lolos saya sebagai awardee LPDP
ini nggak lepas juga dari FLP. Secara, Mbak Sinta Yudisia, ketua FLP saat itu
ikut menjadi salah satu referee saya. Dalam resume yang saya
buat, FLP menjadi salah satu organisasi yang saya presentasikan sebagai tempat
mengabdi, melalui Reading Campaign, dan sekolah menulis.
Kebiasaan menerima tantangan menulis topik random di FLP Tuban
juga sangat membantu saya dalam tes essay on the spot yang...
weuuuwh
Nah,
kembali ke Kuala Lumpur, jalan-jalan yang kedua ini tidak lepas dari tulis
menulis. Adalah Forum Komunikasi Muslimah Indonesia di Malaysia, yang menjadi
objek penelitian saya, adalah komunitas Tenaga Kerja wanita, mahasiswi serta
ekspatriat yang salah satu kegiatannya adalah menulis. Kajian Islam adalah
nafas dari komunitas ini. Para Founding Mothers dan pegiat FLP merupakan
bintang tamu yang rutin mengisi kajian tahunan komunitas ini.
Saat di Kuala Lumpur, memperkenalkan diri sebagai anak FLP, saya jadi berkenalan dengan komunitas penulis nasional yang sudah melebarkan sayapnya di negeri jiran ini. Sahabat Pena Nusantara Cabang Malaysia. Alhamdulillah... penulis ketemunya sama penulis dong!
Belum
habis 2017, saya mendapati berita gembira pada bulan September. Dari 966
pelamar Study Trip: Life of Muslims in Germany, saya dipercaya
menjadi satu dari empat belas peserta program tersebut.
Yeay
terbang lagi. Alhamdulillah ya Rabb…
Perjalanan
di Jerman ini sangat istimewa. Alhamdulillaah sekali, si biru jaket kebesaran
FLP Jawa Timur baru banget datang. Yap, kebesaran dalam arti sesungguhnya. Tapi
tak apa. Sejak awal si biru sudah saya niatkan akan ikut jalan-jalan keliling Jerman.
Oiya... Selain ketiban rejeki study trip gratis ke Jerman, saya juga beruntung bisa berteman dengan Ustazah dan aktris nasional idola para akhwat (dan ikhwan, diem-diem hayoo) Mbak Oki Setiana Dewi, yang juga terpilih sebagai peserta program ini. Si Mbak nya ini suer baik hati, mau banget dimintain endorse ini itu, termasuk saya mintain ucapan selamat buat Munas FLP IV. Ini videonya saya ambil saat boat trip dan goyang-goyang cukup perjuangan. ehehehe
Nah,
lagi-lagi soal perjalanan ini dengan FLP (really, my life is all about FLP), jauh-jauh
hari saya meminta nomer kontak komunitas FLP di Jerman ke Babe (panggilan
sayang kami ke Pak Rafif ketua FLP Jawa Timur). Namun karena baik saya maupun
Babe lagi hectic dengan jadwal masing-masing, ya sudah lah... da daah sampai
ke Jerman tanpa satu kontak pun anak FLP.
Tapi, usai berkunjung ke masjid Al Falah Berlin, bertemu dengan aktivis yang
ramah-ramah, cerita ke sana kemari, terbongkarlah bahwa ternyata Kak Dimas
ketua komunitas ini adalah ketua FLP periode sebelumnya.
“Terus
terus... ketua yang sekarang siapa dong?”
“Ituu...
Hudzaifah yang tadi jadi khatib Jumat.”
Oh My
God, jadi si ketua FLP Jerman ini yang ngantar kita jalan-jalan ke Festival
of Light (event internasional dua tahunan yang sangat
diminati masyarakat Berlin. Peserta lomba proyeksi cahaya di dinding
bangunan-bangunan icon Berlin ini diikuti banyak negara,
termasuk Indonesia).
Jadi malam itu FLP jadi bahan obrolan saya dan Pak Ketua serta couple-nya yang manten baru ini.
Jadi malam itu FLP jadi bahan obrolan saya dan Pak Ketua serta couple-nya yang manten baru ini.
“Yuk foto
dong, mumpung ini” ajak saya
“Eh
bentuk huruf FLP dong”
Nah
jadilah pose ini
Once
again, hidup saya jadi all about FLP. And I am
greatly proud of it. Siapa yang sangka, mimpi keliling dunia yang rasanya
mustahiil banget, sedikit demi sedikit mulai menemukan pintunya. Pintunya warna
biru, berlogo FLP.
Kereeen.
Terima kasih Rabby...
Bulan
depan, insyaallah saya akan berkunjung ke negara yang lain lagi. Keliling
beberapa negara Eropa dalam dua pekan. Kalau ditanya adakah lagi hubungannya
dengan FLP? Ada! Serius! Ini project yang sejak embrio pernah saya
ceritakan kepada Mbak Sinta sebelum beliau memberikan tanda tangannya untuk
rekomendasi aplikasi LPDP saya.
Saya
berharap bisa ke Belanda, Mbak. Menggali kisah tentang manuskrip jawa yang
hilang. Dia kini terbaring di perpustakaan terbesar di Belanda. Leiden
University Library. Saya akan menulisnya dalam tesis saya. Dan sebagai versi
populernya, kelak saya akan mengisahkannya dalam sebuah novel.
Yup, saat
ini saya menunggu pembuatan visa. Semoga selekasnya jadi. Dan akan lebih banyak
lagi cerita tentang saya dan FLP dalam perjalanan kali ini, nanti dan nanti
lagi, ke negara dan benua lainnya. Aamiiin
#kisahinspiratifFLP
#miladFLP21
Mbk Hiday keren....
ReplyDeleteAh, kapan aku bisa ke LN nyusul mbak. Bahasa Inggris aja belepotan..heheππ
Bisa kok. Yakin aja dulu
DeleteMbak hiday, salah satu inspirator kuu. Terus berkarya mbak, barakallah:)
ReplyDeleteAamiiin. Mbak Mab juga. Juara teruus ya
DeleteTeuladankuuuhhhh.... Sukses terus mbaaa... #pelukPenuhCinta
ReplyDeleteAamiiin. You too, Kifa
DeletePerjalanan yang luar byasssa... Menginspirasi diri ini untuk berekspresi....
ReplyDeleteSemangat Us, saling mendoakan ya
DeleteWaaaahhhh kereeeen.... berasa dapet cipratan semangaat ini. Sehat selalu mbak... sukses untuk mimpi2nya π
ReplyDeleteAamiiin, Ci. Thank you
DeleteAih...... Daebak pokoknya π
ReplyDeleteCerita awalnya agak2 mirip gueh wkwk....
Oyah? Ayo nyusul Kak
DeleteMbak satu ini makin keren aja. Berkah mbaak
ReplyDeleteAamiiin
DeleteMengenal sosoknya yg 'humble' saya jadi punya idola baru. Terutama tekad, semangat dan satu lg keyakinannya yg tak pernah mati untuk terus meraih mimpi. Bahwa tidak ada yg tidak mungkin dicapai di dunia ini atas izinNya...kun fa yakun...barakallahufiik mbk say, diam2 aku turut berdoa dalam hati, kelak aku akan menyusulmu dan tak lagi menghayal jadi isi kopermu lagi. Hihihi...
ReplyDeleteAamiiin, insyaallah Bund
DeleteMenarik sekali dan menginspirasi.
ReplyDeleteBarokallah, Mba ku. Semoga semakin banyak pintu yang terbuka. Keliling dunia.
Aamiiin, Ya Rabb. Kak Na juga yaa
DeleteBaca tulisan ini serasa ikut merasakan salah satu perjalanan yang so amazing dari seorang mbak Hiday. Semoga kelak bisa mengikuti jejak mbak. Bisa menjelajah di bumi Allah hingga ke luar negeri. Aamiin.
ReplyDeleteSo inspiratif mbak. Keren banget ^^
Aamiiiin. Terima kasih Mbak Nova
DeleteMasya Allah kerennyaaa...inspiratif sekali. Bikin mupengππ
ReplyDeleteAyo nyusul Mbak
DeleteAssik banget ya
ReplyDeleteThank you Kak
DeleteInspiring. Mantap mbk. Moga perjalanan k eropanya bulan depan berjalan lancar mbk.. terimakasih sudah jadi sosok yg menginspirasi.
ReplyDeleteAamiiin, terima kasih doanya Mbak Sri
DeleteNoted. Minta ke Bunda Shinta juga aahh.π
ReplyDeleteIya Mbak, buruan eheheh
DeleteNoted. Minta ke Bunda juga aaahhn π
ReplyDeleteSangat menginspirasi. Yang sepertinya harus saya garis bawahi adalah SEMUT. Suatu hari nanti, saya ingin belajar ke Tuban untuk mengadopsi banyak hal, lalu saya terapkan saat pulang ke kampung halaman di Nganjuk.
ReplyDeleteSemut ki ya FLP Tuban itu Cak. Dulu sblm jadi FLP namanya SEmUT
DeleteSangat menginspirasi, Mbak. Tapi benar sekali, bahwa sesuatu terjadi berawal dari mimpi dan bagaimana tapak kita berusaha mewujudkannya.
ReplyDeleteSukses mbak.
Mbak Hiday makasih .... Dapat pencerahan. Jadi malu ama impian sendiri dibanding dengan malesnyaπ₯π₯
ReplyDeleteSenang bisa mengenal Mba Hiday dan pernah stay di rumahnya secara dadakan..hihii...semangat Mba dan terus menginspirasi.
ReplyDeleteSenang juga bs kenal super woman blogger rider ini
DeleteSenang bisa mengenal Mba Hiday. Tetap semangat dan terus menginspirasi.
ReplyDeleteSubhanallah ... benar-benar wonder woman, jejak-jejak kai mbak hiday ada di mana2. Ilmu mbak hiday tiada tara, Kapan ane bisa menyusulnya.
ReplyDeleteSukses selalu setia mendampingi mbak hiday tercinta.
ππ
Aamiiin. Sukses juga buat Mbak Nur
DeleteKereeen
ReplyDeleteSama kayak yang komen
Deletembak hiday keren...
ReplyDeletedirimu sosok kakak dan guru yang inspiratif...
bahagianya diriku bisa ketemu dengan orang orang hebat seperti kalian... :)
Sama-sama Nur. Pleased to know you
DeleteMuppeng.. :")
ReplyDeleteSaya ikut mengamini cita2 mbak Hiday. ππ semoga saya juga cepat ketularan bisa keliling eropa. Amin...
ReplyDelete