Wednesday, 16 January 2019
Sehati Sehobi
Diskusi semalam di grup WA One Day One Post lumayan ramai.
Ini awalnya karena Fadhli bertanya di mana bisa membeli buku Oddang. Teman lainnya bertanya siapa itu Faisal Oddang dan direspon dengan tautan tentang biografinya di wikipedia.
Bicara Oddang, diskusi menggelinding sampai ke guru dan pertemanan dalam kepenulisan karena Gilang bilang saya menggemari daun muda. Saya katakan: ya, saya memang punya beberapa kawan muda yang menjadi panutan dalam dunia kepenulisan.
Tentang pentingnya punya mentor sekaligus teman, siapa saja mestinya setuju.
Dalam buku 'Tuhan, lnilah Proposal Hidupku' pun Kakek Jamil Azzaini menyaratkan salah satu hal yang memudahkan proposal hidup terkabul adalah memiliki mentor. Ada beberapa jenis mentor kehidupan, salah satunya mentor untuk urusan keahlian.
Tidak mudah mencari seorang mentor. Apalagi banyak. Tapi Thanx God, saya punya mereka.
Tulisan di laman kali ini ingin saya khususkan buat orang-orang yang merasa atau tidak, telah menjadi guru dan sahabat terbaik yang menemani saya menulis. Mereka adalah:
1. Mbak Sabrina. Saya jatuh cinta pada cerpen pertamanya yang saya baca di link grup ODOP. Judulnya Parakkang. Tak usah dicari di blognya, sudah tak ada. Efek gandrung ini menggiring keberanian saya untuk pedekate dan memohon diangkat jadi muridnya. Tapi bukannya jadi murid, saya malah dijadikannya teman nggosip. Gosip kepenulisan dan kesusastraan, halah.
Ti ou pi nya dia: bisa jadi penguji logika outline or even cerpen yang saya buat atau menilai ide saya klise atau cukup unik. Kekurangan yang tak bisa saya grayangi akan ditemukan sama dia. Jadi saya bisa dengan mudah membenahi.
Rahasia yang perlu orang tahu: ending pada cerpen Kitab Pangeran Bonang itu supertwist akibat penggodogan ide dengannya. Sering diskusi dan membaca cerpen sama dia bikin sensitivitas saya terhadap diksi sastrawi yang lama tertimbun kosakata penelitian, bermunculan kayak jerawat ABG galau.
Trus juga, dulu saya sering bingung gimana buat ending mengagetkan. Sekarang, sepertinya itu bukan masalah lagi.
2, 3 dan 4. Selain Mbak Sab (yang sebenernya lebih ngefan ke saya dari pada saya ngefan ke dia, jyahahah), ada mbak-mbak lain yang menemani saya belajar menulis. Mereka adalah Mbak Mabruroh, Mbak Wied, dan Mbak Rosita Amalia.
Kebutuhan untuk belajar intens dan nasib yang sama sebagai emak-emak bikin saya berinisiasi bikin grup sastra bernama Portulaca, bareng mereka.
Jadi gimana cara dapat mentor dan teman keceh? Ehm, ada satu hal yang penting di sini. Ini agak klise seperti pidato Dumbledore sih, tapi tulus dan saling memberi, itu seriously bener banget. Saling kasih ide, masukan, kritik, info. Ya coba deh, orang nyaman gak kira-kira kalo dalam hubungan kamu mulu yang minta tapi dia gak kamu bantu apa-apa?
Lho katanya tulus?
Iya. Sekali berbagi, jangan pernah ngarep apa-apa. Dia yang akan memberikannya bahkan tanpa kamu minta. Kalo sudah saling gitu pasti nyaman di hati semua. Kan?
Saya punya rahasia lagi. Ide untuk mengumpulkan mereka sebenarnya ngiri sama Umar yang sering pamer dengan grup Satekonti. Sekarang, saya tak perlu ngiri lagi karena punya grup yang fungsinya seperti itu juga, dan asli, memang sangat membantu.
5, 6 dan 7. Nah kalau tadi adalah mentor ibuibu, selanjutnya adalah adikadik keren yang sangat berjasa dalam perjalanan belajar-nulis saya. Trio berisi Ikal Hidayat Noor, Umar Affiq dan Daruz Armedian. Mereka sadari atau tidak, saya banyak mencuri ilmu dari mereka.
Tapi saya gak usah bilang apa saja deh. Bisa jadi suatu saat mereka googling dan nemu tulisan ini trus membacanya dan jadi GR. Gak seru ah. (Dan saya juga yakin sih, mereka ini juga lebih ngepens ke saya dibanding saya ngepens mereka. Hahahah narsis mode-on)
Harusnya ada banyak lagi ya mentor saya. Fadhli, Septian, Jein kalo di prosatujuh, Komet dan Adib yang segrup Angkatan Muda Tuban selain Trio Ikal Umar Daruz, Om Arul dan Teguh kalo di FLP Jatim. Wow, wow, terima kasih banget Tuhan. Beneran. Terima kasiiiih.
Kalau masih ada nama yang tak tersebut, maaf ya. Yang jelas setiap orang adalah guru atau mentor. Di hadapan siapa pun, saya akan menegur diri saya agar siap menjadi muridnya siapa saja. Seperti air soalnya, ilmu cuma mau mendatangi orang yang memosisikan dirinya lebih rendah.
Demikan.
Please be my forever inspirator ya Mbak.. 😍 mantap sekali artikel ini
ReplyDeleteThank youu Dym. You too
DeleteAda namakuu 😱😱 im your big fans too maakkk
ReplyDeleteOh itu Septian kamu toh? Kupikir Septian anak Jerman
DeleteUwow...
ReplyDeleteAuwouwoo...
DeleteJane, aku datang untuk menciummu
Lah... Saya yang ngefans sama kamu... Saya ngefans sejak tau kamu jalan2 ke luar negri karena menulis.😍😍😍
ReplyDeleteIya aku tahu kok. Kamu ngefans berat sama aku smpe fangirling guling-guling di kamar kan? Hahah
Deletelumayanlah ada aku meski belum jadi kaporit, eh favorit Mak Hiday
ReplyDeleteKamu mentorku juga dong A
DeleteAngkat aku jadi muridmu mba hehehehehe
ReplyDeleteAku gak suka angkat-angkat sih mbak. Aku sukanya tidur
DeleteAngkat aku jadi muridmu mba hehehehehe
ReplyDeleteWihh... saya juga mau cari mentor ahh.. biar bisa keren kayak mba hiday
ReplyDeleteJiyeh yg udah dapet mentor
Deleteseneng banget baca tulisannya, dan idealisme saya yang terkadang kembang kempis, selalu kembali ke jalur ketika membaca ttulisan-tulisan separti ini...
ReplyDeletethanks mbak Hiday, maafkeun belum bisa menjafi"anak didik" yang baik 😁😁
Hehe, Kang Dwi mah mentor saya, bukan anak didik
DeleteMasyaallaahu tabaarakallaah Bunda Hiday. Semoga saya bisa tertular kepiawaiannya
ReplyDeleteAku blm apa2 Zil
Delete