“Mbak, turun mana mbak?” suara sopir mengagetkanku.
“Turun ter… “ aku jadi ragu menjawab. Jangan-jangan ini
pemberhentian terakhir? Kudongakkan kepala, toleh kanan-kiri. Aneka mikrolet
berbaris sesuai label hurufnya, berbanjar.
“Ini sudah terminal ya pak?” pertanyaan konyol, aku juga gak
pede nanyainnya, hanya dari pada nyasar.
Ada kata “capek deh!!!” di balik senyumnya yang gemes sama
kelakuan kami berdua. Dan aku membalas dengan menunjukkan ekspresi wajah
“please, maafkan daku!!” :’(
Kebangeten memang. Gak biasanya peristiwa begini menimpa
kami. Aku yang merasa awam dengan kota ini, meski ngaku pernah merantau 3 tahun
di jaman remaja dulu, biasanya selalu awas mengamati identitas jalan. Sementara
mbak Atin yang usianya lebih senior tapi sadar diri tak tahu menahu rute
petualangan, terlanjur berprasangka baik menyerahkan dirinya untuk mengikutiku.
Apa pasal? Aku belum move-on dari acara UP-GRADING FLP JATIM
yang baru saja kutinggal berat hati, sebelum acara diakhiri. HPku tang-ting
bernyanyi. Tanganku tak tega tak meraihnya. Mataku tak betah melewatkan kata
berbaris di atas layarnya. Kepalaku tak tahan tak menunduk berlama-lama
merespon ini-itu tanpa henti. Maka jadilah aku, bagian dari generasi menunduk
yang seringkali kucibir dalam tulisanku sendiri.
“Bagaimana bisa move-on, ketemu penulis-penulis keren, bahas
project novel yang kuimpikan dari berbulan-bulan lalu, ketiban rejeki banyak
teman baru, buku baru, kesempatan baru… “ ah ngeles semua!!!
Untung nggak sampai kebablasan. Nasib baik tak sampai
nyasar. Uhhh!!! Apapun alasannya, salah tetap salah! Tak boleh ditolerir!
Let’s be smart applying gadget!
No comments:
Post a Comment