Wednesday, 26 July 2017

Buku Panutan


Apakah anda sudah menemukan gaya menulis? Bagaimana cara menemukannya?


Kata Pak Guru iik, "gampang!" lihat saja perpustakaanmu dan temukan tulisan siapa yang paling banyak bersandar di rak. Cara yg lain? Temukan siapa penulis yang ketika kamu membaca kamu berada di puncak angan-angan untuk jadi penulis.
Wow, just as simple as that? Really?

Well, saya akan mengajak diri sendiri untuk flashback.


My really first book adalah sebuah novel detektif terjemahan milik penulis Jerman bernama Stefan Wolf. Apakah saya pernah terobsesi untuk menulis seperti dia? Tanpa saya sadari, yes. Big Yess! 


Saya bahkan masih menyimpan buku tentang draft-draft yang belum tuntas tentang 3 detektif remaja yang disebut FBI. Style berceritanya apakah sama? Jangan tanya dah, dari introduction, tokohnya, nama grup yang stands for nama panggilan tokoh, dan lain lain. Wah, benar-benar saya pernah berusaha mengimitasi Pak Wolf, unconsciously.


But, impian menulis genre detektif perlahan pudar, ketika saya bertemu kembali dengan buku ini di usia SMA dan tak lagi takjub pada ceritanya. 


Bertambahnya usia membuat saya jadi tak punya chemistry dengan empat sahabat saya yang awet anak-anak; Sporty, Thomas, Oscar, Petra.


Kemudian saya bertemu buku "Pergolakan Pemikiran Islam" karya Wàhib. Sebuah buku harian yang meledak-ledak. Sangat relevan dengan usia dan semangat saya masa SMA. Sayà juga pembaca setia annida saat itu. And you know what? Suatu hari saya membaca artikel-artikel (sok) Islami yang saya buat di mading sekolah dàn pikiràn saya berkata, "teriak banget ya?
Pembaca apa gak eneg nih?" Hahaha, baru sadar.


But then, di university saya kenal buku Soe Hok Gie. Saya menuntaskannya sambil jalan kemana-mana, sampai ada senior bilang, "dirimu suka banget sih sama tulisan gaya diary!"



Iya lah, Gie adalah panutan saya menulis diary dengan gaya (sok) akademis dan critical.


Semester selanjutnya, saya kena imbas ledakan "Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh" nya Dee yang adalah penulis pemula saat itu.


And that is the first time saya tiba-tiba suka berpuisi sambil bawa-bawa diksi pangeran dan puteri. Bahkan, dengar lagu Jikustik yang syair-nya panggil-panggil Puteri saja, saya udah sensi bahagia. Ajaib. Dan kumpulan puisi pertama saya lahir tahun itu. Didedikasikan untuk seorang sahabat yang patah hati dan dipertontonkan ke salah satu kru majalah kampus yang sedikit melongo tau saya menulis puisi serupa itu.


Well, bacaan saya kemudian tak pernah jelas. Harry Potter, Lord of the ring, roman milik Balai Pustaka dan banyak lagi, buku-buku yang tak pernah lagi menyeret hasrat saya untuk menulis. Justru karena sering menghadapi anak-anak belajar  Bahasa Arab dan Inggris, maka jadilah buku-buku tersebut.


Sampai suatu hari, Blamm!! Saya keracunan tetralogi Andrea Hirata dan trilogi Ahmad Fuadi. Meski belum pernah berhasil meniru gaya bercerita Andrea Hirata (terutama satirenya, yang sampai sekarang masih jadi most fave buat saya), ttp aja saya suka menulis deskripsi santai yang kadang maksain kocak. Tulisan A. Fuadi yang bergaya jurnalistik, mungkin, that's my style. Rada kaku dan menabur-nabur renungan motivatif (at least buat saya sendiri)


Tapi tunggu dulu, rasanya ini belum final. Setelah mengikuti kelas cerpen online Mashdar Zainal dan banyak dipaksa orang untuk menulis cerpen, saya baru sadar bahwa saya busung lapar, kurang asupan buku cerita bergizi. Sejauh yang saya tulis, ujung-ujungnya akan berakhir seperti FTV atau komrom Holiwood. Saya mencari nutrisi. Saya baca kumpulan cerpen terpilih kompas dan mata saya mulai sedikit melek tentang apa yang harus saya tulis, bagaimana saya harus menulis.


Tapi kalau harus jujur, Pak Wolf tak pernah hilang dari hati saya. Bagaimana dia menciptakan karakter yang sangat riil yang sampai saat ini ingin saya adaptasi. Terutama Thomas si otak komputer yang selalu dibebani amanah untuk membuat seluruh isi buku menjadi berwawasan. Atau Marah Rusli dalam Siti Nurbaya yang menjadikan salah satu tokohnya (saya lupa) sebagai corong kritik terhadap budaya Patriarkal masyarakat Minang.


Okay then, i agree bahwa buku pertama is really something bagi seorang (calon) penulis. So, those are my first references. What about you?

8 comments:

  1. Pantesan Kece. Buku-bukunya aja kece.

    ReplyDelete
  2. iyaa... aku ga kenal semua tuh, duh..😧😧

    ReplyDelete
  3. Keren2 bacaannya mbak hiday, mantap... Bacaan memang menginspirasi seseorang untuk berkarya..

    ReplyDelete
  4. Tulisanku gaya bebas, bebas banget.. Hihi

    ReplyDelete
  5. Tulisan dan bacaanku random banget...hahaha😅

    ReplyDelete