Friday, 11 March 2016

Jadi Guru itu....



Bagaimana rasanya jadi guru?
Pertanyaan itu bukannya sering orang tanyakan. Justru, saya yang sering merenungkannya sendiri. Secara, meski di negara-negara maju profesi ini prestisius dan nggak sembarang, di negeri kita kerja jadi guru hanya sebuah apalah-apalah.


So, bagaimana rasanya jadi guru?

Jujur lho jawabnya!!

Ehm... well, sejauh ini rasa yang paling dominan buat saya adalah bahagia. Kadang ada juga sih capek, suntuk, sebel, tapi so far, ketika feel2 negatif  itu muncul, tak pernah ada alasan yang tepat untuk membuat saya berhenti jadi guru. Ohoho!

Kenapa? Karena untuk membangun generasi unggul dibutuhkan banyak orang-orang yang unggul. Dan saya ingin menjadi bagian dari proyek mulia ini untuk membangun peradaban yang lebih baik. Belum lagi, hadiah-hadiah langit yang dijanjikan Allah swt bagi seorang guru. Aamiiin

Membagi ilmu seperti sedang membangun jaring downline. Ketika ilmu yang kita bagi kepada seseorang dibagikan kepada orang lain, dan orang tersebut membagikannya lagi,  disampaikan lagi, lagi, dan lagi, maka downline kita semakin panjang. Keuntungan kita semakin banyak. Bahkan hingga ketika jasad kita telah tertelan bumi. Ini mungkin yang disebut amal jariah.

Sejujurnya, tidak mudah jadi guru. Kata trainer di pelatihan-pelatihan, indikator tidak suksesnya seorang guru adalah muridnya kegirangan pas gurunya tidak masuk. Wow!

Terus apakah itu pernah terjadi pada saya? Mungkin, sangat mungkin, kan kita nggak selalu tahu apa komen mereka di belakang. Tapi sering, setelah kembali ke sekolah dari absen beberapa hari, murid saya tanya, "bu guru kemarin kenapa?", "bu guru sudah sehat?", "bu guru jangan sakit ya.." Kalimat-kalimat itu membuat saya merasa dirindukan. Eciyeeh...

Kedekatan hati dengan murid itu, nggak cuma penting. Tapi penting banget. Bisa jadi, meraih hati murid lebih penting dari pada materi apa yang harus mereka terima. Ilustrasinya gini, guru yang nggak merhatiin perasaan murid, bisa nerangkan apa saja sampai berbusa-busa. Tapi kalo muridnya nggak minat, nggak suka, tentu yang diterangkan tidak akan masuk ke kepala, apalagi hati. Jadi mengupayakan anak tertarik belajar, jauh lebih penting daripada membuatnya (terlihat seperti) belajar.

Membangun kedekatan hati dengan murid, hakikatnya adalah melibatkan hati guru dan murid dalam aktivitas pembelajaran. Istilah kerennya, membangun chemistry.  Ada banyak cara untuk bisa membangun chemistry guru dan murid. Beberapa contohnya sebagai berikut:

  1. Pahami yang mereka sukai.
Apa yang disukai? Musik? Film? Game? Coba kita gunakan media-media ini untuk pendekatan belajar. Musik misalnya untuk berlatih pronunciation, atau digubah liriknya dengan materi belajar. Game bisa dijadikan analogi untuk memahami konsep yang rumit, dan film bisa menjadi wakil guru untuk menyampaikan contoh, membangun karakter, menanamkan empati,  dan motivasi. Yang perlu diingat, guru harus bijak memilih media. Tidak semua yang disukai murid bisa kita suguhkan. Beri wawasan mereka tentang media yang positif dan banyak-banyak kita ajak menggali nilai moral dari sumber belajar yang digunakan. 

  1. Berikan inspirasi dan pantik idenya.
Banyak orang-orang hebat yang sudah tercatat namanya dalam sejarah dunia. Dalam perjalanannya meraih sukses, pasti setiap tokoh mengalami jatuh bangun dan teruji mentalnya. Jika kita perbanyak cerita ini kepada anak-anak, makin kayalah wawasan dan semangat mereka. Selanjutnya kita bisa meminta mereka fokus, bidang apa yang disukai, siapa yang bisa dijadikan panutan, apa saja karyanya, ide apa yang anak akan ciptakan di bidang itu dan seterusnya.

  1. Ajak melakukan.
Kata Confusius, i see i remember, i listen i know, i do i understand. Kenapa kadang ada murid yang ngantuk pas gurunya nerangkan? YA.. karena guru nggak ngasih kesempatan indera mereka yang lain untuk meneikmati keasyikan belajar. Coba kalo murid diajak study lapangan, turun ke jalan untuk interview sama masyarakat, buat proyek masak sushi, main drama, main scrabble, dan lain-lain, kira-kira ada yang ngantuk nggak? Sejauh ini saya belum pernah tau ada siswa ngantuk jika diajak belajar dengan metode asyik begitu.

  1. Berikan kesempatan bicara.
Memang guru aja yang punya hak ngomong? Murid juga dong! Tapi jangan lupa, ajarkan cara menyampaikan pendapat yang sopan. Angkat tangan, jangan nyela pembicaraan, jangan beraninya ngomong bareng-bareng, dan bahasa tubuhnya yang santun. Biasanya kalo ini sudah tuntas, murid tidak akan takut, dan nggak pula nglunjak (don’t worry) mereka justru akan nyaman. 

Tidak jarang mereka dengan sendirinya akan terbuka, datang pada kita untuk minta saran, ide, masukan jika ada masalah. Dan bagi saya, kondisi seperti ini tuh surga banget!!! Coba bayangkan apa jadinya kalo seorang murid nggak deket sama guru, sama ortupun tidak, tapi malah cari penyelesaian pada teman, atau, pacar, atau siapa saja yang ditemuinya di luar sana??? OH TIDAKKKK!!!

  1. Banyak mendengar.
Sepaket dengan murid yang punya hak bicara, maka guru juga HARUS mau mendengar. punya empati tinggi. Jangan suka nyalah-nyalahkan, apalagi mengkafir-kafirkan (eh ini apaan sih??).

Seandainya murid salah pun, jangan langsung reaktif dong! cari tau dulu apa masalahnya, apa yang sesungguhnya terjadi, dan coba beri saran.  Tapi ada juga sih, yang sukanya curhat, dikasih saran, eh malah ngeluh. Dimotivasi tetep aja males. Kalo sudah kayak gitu ilfil juga sih. Ditegesin aja, is it my life or yours?

  1. Tunjukkan perhatian.
Jadi guru itu kalo bagi saya nggak cuma julukan yang bisa dipasang dan dilepas macam nama dada. Pas pake seragam aja jadi guru. Di luar sekolah malah bengalnya ngalahin muridnya. Naudzubillah. 

Dalam memberikan hak muridpun, tugas guru nggak semata asal murid bisa njawab tes tulis. Mereka punya hati. Ketika mereka tak bisa belajar dengan mudah, adakah masalah? Ada apa dengannya? Ada apa dengan keluarganya? Ada apa dengan temannya?

Tidak aka nada ruginya kalo seorang guru berusaha tahu latar belakang muridnya. Siapa orangtuanya, apa hobinya, apa latar belakangnya, berapa saudaranya, ada yang cantik atau ganteng nggak? *eit, focus dong!

  1. 7. Berikan contoh
Actions speak louder than words. Ada guru yang bisanya cuma nyuruh. Nyuruh muridnya harus begini begitu tapi nggak ngasih contoh sesuai yang diucapkan. Dijamin, murid pasti ilang feeling sama guru seperti ini. Lebih baik nggak usah bicara, langsung rill tunjukkan aksi nyata. Tapi yang lebih sip menurut saya, tunjukkan aksi dan jelaskan kenapa kita perlu melakukan itu. Dijamin, murid akan lebih suka rela dan semangat melakukannya, karena mereka melakukannya dengan kesadaran dan ilmu.

Tapi  by the way, ini bukan tips lho! Bukan pula rumus. Bukan jaminan kalo kita praktekkan trus murid kita bakal langsung pinter semua. Menjadi guru berarti menjadi seniman. Seni mendidik dan mengasuh, menghendaki kita untuk bermain tarik ulur seperti layang-layang. Ada kondisi kita harus tegas, ada kalanya harus ngalah. Ketulusan, itu kuncinya. Ketika kita tulus, hati mereka akan merasakannya.

Dan once again, dengan nulis ini saya tidak sedang show-off kalo saya adalah guru teladan. Haduuuh… masih sebutir debu saya mah. Tapi Insyaallah, saya guru yang mau terus belajar.

13 comments:

  1. Semangat bu guru..semangat nulisnya.

    ReplyDelete
  2. Semoga kita menjadi butiran" debu yg bermanfaat ya mbak Hiday . Amin
    Semangat terus belajar :)

    ReplyDelete
  3. Wah.. luar biasa Bu Guru yang satu ini. Jadi pengen jadi muridnya. Hehe..

    Memang, salah satu MLM yang paaaaaaling barokah dunia akhirat adalah Guru. Semangat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebalik deh, saya harusnya yg jadi muridnya mbak Ella :)

      Delete
    2. Kebalik deh, saya harusnya yg jadi muridnya mbak Ella :)

      Delete
  4. Menjadi guru itu, bukan sebuah profesi.
    Namun lebih kepada panggilan hati.
    Keinginan untuk berbagi, yang mencipta kebahagiaan tersendiri.


    Huaah, sepertinya paggilan hati saya mulai menggelitik. Padahal saya udah pernah mentah-mentah menolak untuk jadi guru.
    Naif banget, yak! Hu hu ...

    ReplyDelete
  5. Menjadi guru itu, bukan sebuah profesi.
    Namun lebih kepada panggilan hati.
    Keinginan untuk berbagi, yang mencipta kebahagiaan tersendiri.


    Huaah, sepertinya paggilan hati saya mulai menggelitik. Padahal saya udah pernah mentah-mentah menolak untuk jadi guru.
    Naif banget, yak! Hu hu ...

    ReplyDelete
  6. thanks atas ilmu menjadi 'guru' nya.. hhe

    ReplyDelete
  7. Setuju mbk. Indikator keberhasilan guru adalah ketika siswa senang melihat kedatangannya. Amazing

    ReplyDelete