Bagaimana
rasanya jadi guru?
Pertanyaan
itu bukannya sering orang tanyakan. Justru, saya yang sering merenungkannya
sendiri. Secara, meski di negara-negara maju profesi ini prestisius dan nggak
sembarang, di negeri kita kerja jadi guru hanya sebuah apalah-apalah.
So, bagaimana rasanya jadi guru?
Jujur lho jawabnya!!
Ehm...
well, sejauh ini rasa yang paling
dominan buat saya adalah bahagia. Kadang ada juga sih capek, suntuk, sebel,
tapi so far, ketika feel2 negatif itu muncul, tak pernah ada alasan yang tepat
untuk membuat saya berhenti jadi guru. Ohoho!
Kenapa?
Karena untuk membangun generasi unggul dibutuhkan banyak orang-orang yang unggul.
Dan saya ingin menjadi bagian dari proyek mulia ini untuk membangun peradaban
yang lebih baik. Belum lagi, hadiah-hadiah langit yang dijanjikan Allah swt
bagi seorang guru. Aamiiin
Membagi
ilmu seperti sedang membangun jaring downline.
Ketika ilmu yang kita bagi kepada seseorang dibagikan kepada orang lain, dan
orang tersebut membagikannya lagi, disampaikan lagi, lagi, dan lagi, maka downline kita semakin panjang. Keuntungan
kita semakin banyak. Bahkan hingga ketika jasad kita telah tertelan bumi. Ini mungkin
yang disebut amal jariah.
Sejujurnya,
tidak mudah jadi guru. Kata trainer di pelatihan-pelatihan, indikator tidak
suksesnya seorang guru adalah muridnya kegirangan pas gurunya tidak masuk. Wow!
Terus
apakah itu pernah terjadi pada saya? Mungkin, sangat mungkin, kan kita nggak
selalu tahu apa komen mereka di belakang. Tapi sering, setelah kembali ke sekolah
dari absen beberapa hari, murid saya tanya, "bu guru kemarin kenapa?",
"bu guru sudah sehat?", "bu guru jangan sakit ya.."
Kalimat-kalimat itu membuat saya merasa dirindukan. Eciyeeh...
Kedekatan
hati dengan murid itu, nggak cuma penting. Tapi penting banget. Bisa jadi,
meraih hati murid lebih penting dari pada materi apa yang harus mereka terima.
Ilustrasinya gini, guru yang nggak merhatiin perasaan murid, bisa nerangkan apa
saja sampai berbusa-busa. Tapi kalo muridnya nggak minat, nggak suka, tentu
yang diterangkan tidak akan masuk ke kepala, apalagi hati. Jadi mengupayakan
anak tertarik belajar, jauh lebih penting daripada membuatnya (terlihat
seperti) belajar.
Membangun
kedekatan hati dengan murid, hakikatnya adalah melibatkan hati guru dan murid
dalam aktivitas pembelajaran. Istilah kerennya, membangun chemistry. Ada banyak
cara untuk bisa membangun chemistry guru dan murid. Beberapa contohnya sebagai
berikut:
- Pahami yang mereka sukai.
Apa
yang disukai? Musik? Film? Game? Coba kita gunakan media-media ini untuk pendekatan
belajar. Musik misalnya untuk berlatih pronunciation, atau digubah liriknya
dengan materi belajar. Game bisa dijadikan analogi untuk memahami konsep yang
rumit, dan film bisa menjadi wakil guru untuk menyampaikan contoh, membangun
karakter, menanamkan empati, dan motivasi.
Yang perlu diingat, guru harus bijak memilih media. Tidak semua yang disukai
murid bisa kita suguhkan. Beri wawasan mereka tentang media yang positif dan
banyak-banyak kita ajak menggali nilai moral dari sumber belajar yang digunakan.
- Berikan inspirasi dan pantik idenya.
Banyak
orang-orang hebat yang sudah tercatat namanya dalam sejarah dunia. Dalam
perjalanannya meraih sukses, pasti setiap tokoh mengalami jatuh bangun dan
teruji mentalnya. Jika kita perbanyak cerita ini kepada anak-anak, makin
kayalah wawasan dan semangat mereka. Selanjutnya kita bisa meminta mereka
fokus, bidang apa yang disukai, siapa yang bisa dijadikan panutan, apa saja
karyanya, ide apa yang anak akan ciptakan di bidang itu dan seterusnya.
- Ajak melakukan.
Kata
Confusius, i see i remember, i listen i know, i do i understand. Kenapa kadang
ada murid yang ngantuk pas gurunya nerangkan? YA.. karena guru nggak ngasih
kesempatan indera mereka yang lain untuk meneikmati keasyikan belajar. Coba
kalo murid diajak study lapangan, turun ke jalan untuk interview sama masyarakat,
buat proyek masak sushi, main drama, main scrabble, dan lain-lain, kira-kira
ada yang ngantuk nggak? Sejauh ini saya belum pernah tau ada siswa ngantuk jika
diajak belajar dengan metode asyik begitu.
- Berikan kesempatan bicara.
Memang
guru aja yang punya hak ngomong? Murid juga dong! Tapi jangan lupa, ajarkan cara
menyampaikan pendapat yang sopan. Angkat tangan, jangan nyela pembicaraan,
jangan beraninya ngomong bareng-bareng, dan bahasa tubuhnya yang santun.
Biasanya kalo ini sudah tuntas, murid tidak akan takut, dan nggak pula nglunjak
(don’t worry) mereka justru akan
nyaman.
Tidak
jarang mereka dengan sendirinya akan terbuka, datang pada kita untuk minta
saran, ide, masukan jika ada masalah. Dan bagi saya, kondisi seperti ini tuh surga
banget!!! Coba bayangkan apa jadinya kalo seorang murid nggak deket sama guru,
sama ortupun tidak, tapi malah cari penyelesaian pada teman, atau, pacar, atau
siapa saja yang ditemuinya di luar sana??? OH TIDAKKKK!!!
- Banyak mendengar.
Sepaket
dengan murid yang punya hak bicara, maka guru juga HARUS mau mendengar. punya empati
tinggi. Jangan suka nyalah-nyalahkan, apalagi mengkafir-kafirkan (eh ini apaan
sih??).
Seandainya
murid salah pun, jangan langsung reaktif dong! cari tau dulu apa masalahnya,
apa yang sesungguhnya terjadi, dan coba beri saran. Tapi ada juga sih, yang sukanya curhat,
dikasih saran, eh malah ngeluh. Dimotivasi tetep aja males. Kalo sudah kayak
gitu ilfil juga sih. Ditegesin aja,
is it my life or yours?
- Tunjukkan perhatian.
Jadi
guru itu kalo bagi saya nggak cuma julukan yang bisa dipasang dan dilepas macam
nama dada. Pas pake seragam aja jadi guru. Di luar sekolah malah bengalnya
ngalahin muridnya. Naudzubillah.
Dalam
memberikan hak muridpun, tugas guru nggak semata asal murid bisa njawab tes
tulis. Mereka punya hati. Ketika mereka tak bisa belajar dengan mudah, adakah
masalah? Ada apa dengannya? Ada apa dengan keluarganya? Ada apa dengan
temannya?
Tidak
aka nada ruginya kalo seorang guru berusaha tahu latar belakang muridnya. Siapa
orangtuanya, apa hobinya, apa latar belakangnya, berapa saudaranya, ada yang cantik
atau ganteng nggak? *eit, focus dong!
- 7. Berikan contoh
Actions speak louder than words. Ada guru yang bisanya cuma
nyuruh. Nyuruh muridnya harus begini begitu tapi nggak ngasih contoh sesuai
yang diucapkan. Dijamin, murid pasti ilang feeling
sama guru seperti ini. Lebih baik nggak usah bicara, langsung rill tunjukkan
aksi nyata. Tapi yang lebih sip menurut saya, tunjukkan aksi dan jelaskan
kenapa kita perlu melakukan itu. Dijamin, murid akan lebih suka rela dan
semangat melakukannya, karena mereka melakukannya dengan kesadaran dan ilmu.
Tapi
by
the way, ini bukan tips lho! Bukan pula rumus. Bukan jaminan kalo kita
praktekkan trus murid kita bakal langsung pinter semua. Menjadi guru berarti
menjadi seniman. Seni mendidik dan mengasuh, menghendaki kita untuk bermain
tarik ulur seperti layang-layang. Ada kondisi kita harus tegas, ada kalanya
harus ngalah. Ketulusan, itu kuncinya. Ketika kita tulus, hati mereka akan
merasakannya.
Dan once
again, dengan nulis ini saya tidak sedang show-off kalo saya adalah guru
teladan. Haduuuh… masih sebutir debu saya mah. Tapi Insyaallah, saya guru yang mau
terus belajar.
Semangat bu guru..semangat nulisnya.
ReplyDeleteTerimakasih :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSemoga kita menjadi butiran" debu yg bermanfaat ya mbak Hiday . Amin
ReplyDeleteSemangat terus belajar :)
Aamiiin ya Rabb..
DeleteIya mbak Leni
Wah.. luar biasa Bu Guru yang satu ini. Jadi pengen jadi muridnya. Hehe..
ReplyDeleteMemang, salah satu MLM yang paaaaaaling barokah dunia akhirat adalah Guru. Semangat!
Kebalik deh, saya harusnya yg jadi muridnya mbak Ella :)
DeleteKebalik deh, saya harusnya yg jadi muridnya mbak Ella :)
DeleteMenjadi guru itu, bukan sebuah profesi.
ReplyDeleteNamun lebih kepada panggilan hati.
Keinginan untuk berbagi, yang mencipta kebahagiaan tersendiri.
Huaah, sepertinya paggilan hati saya mulai menggelitik. Padahal saya udah pernah mentah-mentah menolak untuk jadi guru.
Naif banget, yak! Hu hu ...
tekan kene kw dahh.. haha
DeleteMenjadi guru itu, bukan sebuah profesi.
ReplyDeleteNamun lebih kepada panggilan hati.
Keinginan untuk berbagi, yang mencipta kebahagiaan tersendiri.
Huaah, sepertinya paggilan hati saya mulai menggelitik. Padahal saya udah pernah mentah-mentah menolak untuk jadi guru.
Naif banget, yak! Hu hu ...
thanks atas ilmu menjadi 'guru' nya.. hhe
ReplyDeleteSetuju mbk. Indikator keberhasilan guru adalah ketika siswa senang melihat kedatangannya. Amazing
ReplyDelete