Moment melahirkan selalu memiliki
rasa berjuta-juta yang tidak dapat digambarkan.
Kupikir persalinanku kali ini akan
serba mudah.
Kupikir aku tak perlu senam perasaan karena
operasi cesar sudah pernah kualami sebelumnya saat melahirkan si sulung.
Tapi, seperti aku dulu yang pernah kecele dan harus menata perasaan
di detik-detik akhir, karena sudah persiapan mental melahirkan normal ternyata
harus menjalani operasi, sekarang pun aku harus memenej perasaan akibat vonis kematian
yang memporandakan hati
itu.
Esoknya aku mulai masuk ruangan
inap. Suami
mengurus keperluan persiapan operasiku. Dari tetek bengek administrasi hingga mencari 4
relawan donor darah buat
persediaan pasca operasi.
Hatiku sudah mulai tenang, setelah semua
persiapan fisik dan mental yang kusiapkan di rumah. Aku mulai berkenalan dengan
ruangan yang akan kutinggali hingga 3 hari ke depan ini ( jika Allah
mengizinkan). Berkenalan dengan perawat, ngobrol dengan sesama ibu hamil yang sama-sama akan menjalani cesar, meringankan
gundahku.
Mushaf kecilku tak kubiarkan jauh
dari jangkauan. Membaca Quran membuat perasaanku yang labil jadi tertata.
Malam sebelum hari operasi, aku
terus tilawah karena mataku tak kunjung mengantuk. Hatiku mulai pasrah,
sekaligus yakin. Aku yakin Allah selalu pilihkan yang terbaik. Aku perbanyak
berdoa agar diberi umur panjang dan manfaat. Aku berjanji jika diberikan usia lebih
panjang aku akan lebih banyak mengingat dan membaca al Quran. Aku juga
bernadzar akan lebih banyak berinfak jika Allah memberikan keselamatan dan
kesehatan padaku dan bayiku.
Adzan shubuh menggema dari masjid rumah sakit saat
aku membuka mata. Meski jadwal operasi masih jam 8, setelah shubuh aku sudah
diharuskan menata diri.
Jam 8.00 tepat, aku didorong
menuju ruang operasi. Ah,
buat apa ambil pusing soal waktu. Yang penting selamat.
Jam 08.30, aku sudah dimasukkan
bilik tunggu di ruang bedah. Dengan posisi telentang di atas matras dorong
sempit dan berseragam pasien operasi.
Jam 08.45, sekilas
kudengar suara dokter yang hendak mengoperasiku menerima telepon dan mengiyakan
janjian keluar dengan seseorang. “Lho kok???”
Aku yang siap dioperasi ditinggal oleh dokter. Entah urusan
sepenting apa. Ya Rabby.. ‘nahan diri
biar gak nangis’.
Karena lama, gak sabar aku bertanya pada perawat. Tapi jawaban mereka enteng banget, ‘dokternya lagi keluar’.
“Lho, bukannya duluan saya ngantrinya?” protesku
memelas di atas matras dorong. “ ditunggu saja ya mbak” jawabnya. Ya Rabb, ujianmu datang
lagi.
Jam 09.00. dokter belum datang.
Jam 09.30, belum datang juga.
Mataku kupicing-picingkan
menengok jam dinding. Setiap bertanya, jawabannya sama.
jam 10.00, aku bertanya lagi, sama.
Aku tak tahan. Aku tak tahan!!!
Aku tak tahan dengan posisi
seperti ini, dilintasi para perawat ruang bedah yang mendorong pasien-pasien baru
untuk dieksekusi. Semntara aku dibiarkan tanpa dilirik sama sekali.
Jam 11.00. aku sudah tak kuat
lagi. Aku menangis. Bahkan
kubuat-buat supaya
rintihanku terdengar.
Beberapa perawat mengaku sudah menelpon dokter
yang dijadwalkan membedahku tapi tak direspon.
“Kenapa tak diganti dokter lainnya saja? ada banyak
dokter bedah kan?” protesku
sambil merintih.
Tapi jawabannya membuatku sakit
hati. “ibu sudah dijadwalkan dengan dokter ini bu, kalau ganti dokter nanti
urusannya akan rumit.
Aku sebal mendengar kata ‘rumit’.
Maksudnya tentu saja pelimpahan honor ke dokter pengganti. Ya Rabb tolong bantu aku.
Aku lanjutkan merintih.
Lebih karena sakit hati dari nyeri di pinggang
seperti yang dirasakan perempuan yang hendak melahirkan.
Karena tak tahan mendengar keluhanku
mereka menawarkan, “Ibu mau kembali ke ruangan atau menunggu disini? Kalau
tidak nyaman disini ibu bisa kembali ke ruangan. Kalau dokter datang nanti kami
kabari.”
Oh My GOD!!! Tuhan TOLONGGG!!!
Aku sebel bin mangkel. Disini
jelas tidak nyaman. Tapi kembali ke ruangan berarti mengulang semua proses dari
awal. Kepalang tanggung. Aku coba menawar, “saya mau tetap disini tapi suami
saya diijinkan masuk”
“tidak bisa bu, ini ruang steril”
Aku melanjutkan rintihan. Entah mereka
kasihan atau mungkin capek mendengar, akhirnya suamiku masuk berseragam ruang
bedah.
“Sayang...” tangisku pecah ketika dia mendekat.
Kutumpahkan segala kesal.
“Sabar sayang, sabar... tidak ada
sesuatu yang terjadi tanpa ijin Allah. Bahkan saat ini. Mungkin dengan diberikan
ujian seperti ini sekarang, Allah sedang menyiapkan kebahagiaan berlimpah-limpah
pada kita.”
Tangisku perlahan reda. Benar,
semua yang dikatakannya
masuk akal. Siapa tahu ini pengganti ujian yang lebih berat?
“ikhlas ya sayang... Allah akan
memberikan kita kebahagiaan luar biasa setelah ini!” bisiknya. Aku tetap menangis. Haru
dengan ucapannya.
Baiklah aku akan sabar, aku akan ikhlas ya
Rabb.
Belum sampai berlama-lama suamiku
menemani. Seorang datang
meminta ijin dan mendorongku. “dokternya sudah datang bu” katanya singkat.
Aku didorong dengan tatapan dan
doa suami.
‘saatnya tiba’. BISMILLAH
Lampu-lampu dinyalankan. Mesin
dan pealatan disiapkan. Aku tak sempat merasakan sakitnya suntikan bius di
punggungku.
Tiba-tiba semua orang di ruangan
itu sudah merubungiku yang mati rasa. Tapi aku dengar semua percakapan mereka.
Dan aku dengar suara yang kunanti-nantikan sepanjang sembilan bulan ini. Suara
itu. Suara yang mampu membuat semua perasaan sedihku sirna seketika. Suara
bayiku.
Owe..we.. we.. Owe.. Owe…
“MasyaAllah!” aku berteriak dalam setengah
sadarku. Aku bahkan tak terlalu menyimak ketika perawat berkata “perempuan bu!
Sehat! Komplit! Aku terlalu bahagia.
Entah berapa jam kemudian setelah
bangun dari pingsan, aku mendapati diriku. Ini jelas bukan ruang operasi lagi. Lebih nyaman, bersih, dan
bersahabat.
Kuraba seluruh tubuhku.
Ya Rabbi, engkau masih
mengijinkanku hidup.
teringatkan...
ReplyDeletehidup...
lalu...
...
apa ceritanya masih lanjut?
Lalu aku masih di sini, mas Aidy.
DeleteSebenarnya ada kelanjutannya, baby blues. Tp di kholaskan dsni saja dulu
Perjuangan seorang ibu luar biasa
ReplyDeleteBegitulah mbak Irma. Setiap ibu paati punya kisah luar biasa
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteKesabaran berbuah manis, alhamdulillah berasa kyk sy yg mau lahiran. Ngilu hehehe
ReplyDeleteIya mbak. Klo saya pikir melahirkan itu adalah proses uji mental yg dihadiahkan Allah agar perempuan lbih siap jd seorang ibu
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteMelahirkan. Wow. Menakutkan :')
ReplyDeleteNggak menakutkan kok mbak. Ini anugerah luar biasa. Mbak Sri akan merasakan nano-nanonya nanti klo sudah saatnya :))
ReplyDeleteMasyaallah jadi ingin nangis. Luar biasa karunia Allah padamu Mba.
ReplyDeleteAlhamdulillah Mbak Nind :'(
ReplyDelete