Kapan ya terakhir saya mendonorkan darah? pikir-pikir-pikir, ternyata sudah lama, tahun 2008. Dan karena
pengalaman donor terakhir 6 tahun lalu yang kurang menyenangkan, saya belum antusias donor darah lagi. Seolah semua perjuangan saya untuk menjadi donor darah bertahun lalu jadi pupus karena kenangan buruk itu.
Benar, saya butuh cukup usaha untuk berhasil mendapat predikat menjadi pendonor. Sejak SMA saya sudah ngebet mendonor darah. Beberapa kali sekolah saya ditempati PMI untuk donor darah keliling. Dan saya harus sadar diri sebelum memeriksakan ini itu karena saya punya alasan utama untuk ditolak mendonorkan darah, berat badan kurang, dan belum cukup umur.
Friday, 29 January 2016
Pay it forward
Pay it forward. Bagi penggemar film Hollywood, terutama film-film tahun 2000-an, dijamin tidak asing dengan istilah ini. Yup, pay it forward adalah sebuah judul film inspiratif tentang anak kecil yg mengubah dunia. Meski sudah jadul, ada saja kejadian yang spontan mengingatkan saya pada kalimat ini. Termasuk hari ini di jalan raya, ketika saya bertemu nenek tua yang sedang kesulitan membawa barang-barangnya.
Kambang Putih
Kecipak kambang putih
ditimang hamparan biru semesta
berkejaran menggapai tepi
beradu menguak secuil kisah
yang terkubur digenggam senja
bila surya acuh merapat di ufuk barat
Riak kambang putih
menertawai rembulan di balik semburat saga
menguping beburung berarak pulang
menyesap bualan paruh ke paruh
tentang senandung kejayaan
yang tak pernah terlukis karang
hingga urung menjelma prasasti
Gelombang kambang putih
saksi keagungan sejak ribuan kala revolusi
merindu rahasia terendus bumi
Tentang ombak yang mengayun bahtera diraja
kala pantai menjadi serambi nusantara
dan setiap jengkal pasir mengalasi tapak para suci
Sapa memeluk semesta
damai, mengurai bahasa tanpa kata
Debur kambang putih, hingga kini
setia menyunggi petuah wali
deburmu menaungi
kecipakmu mengobati
gelombangmu menghidupi
hatta dunia kikir melempar puji
Thursday, 28 January 2016
30 menit
30 menit
Aku tersesat di kotamu
Didustai bis terakhir yang enggan mengantarku pulang
30 menit
Aku tersesat di kotamu
Aneka bau hidangan kaki lima merayu hasrat
Tergoda, semangkuk bola daging sigap kusikat
gelandangan tua khusuk menemani santap malamku
entah karena harga diri, tangannya tak kunjung menengadah
Tapi saat kuangsur selembar rupiah, senyumnya merekah
Menyembah-nyembah mengurai doa
Layaknya murid sd baru menang undian sepeda
30 menit
Aku tersesat di kotamu
Dipandu becak motor menyusuri jembatan tua
Mencari jalan pulang
Aku tersesat di kotamu
Didustai bis terakhir yang enggan mengantarku pulang
30 menit
Aku tersesat di kotamu
Aneka bau hidangan kaki lima merayu hasrat
Tergoda, semangkuk bola daging sigap kusikat
gelandangan tua khusuk menemani santap malamku
entah karena harga diri, tangannya tak kunjung menengadah
Tapi saat kuangsur selembar rupiah, senyumnya merekah
Menyembah-nyembah mengurai doa
Layaknya murid sd baru menang undian sepeda
30 menit
Aku tersesat di kotamu
Dipandu becak motor menyusuri jembatan tua
Mencari jalan pulang
Kotaku tak seperti dulu
Pagi menggila
Dilindas laju roda-roda
Berebut tahta sepanjang karpet hitam merentang
Bersaut genderang
Beradu jumawa
Surya turut bersaing laju
melesat garang melampaui galah
Dhuha yang gerah
Wajah-wajah bergurat garis
Mendamba ujung perjalanan keping bernilai
Atau kertas sesobek yang melebihi harga nyawa
karam di tepi bahtera duniawi
lirih Kayuh kereta angin
Dicerca intimidasi klakson penguasa
Mengkerut tak bernyali
Pepohon gagap kebanjiran asap
Tersedu mengais romantika masa lalu
Kotaku tak seperti dulu
Dilindas laju roda-roda
Berebut tahta sepanjang karpet hitam merentang
Bersaut genderang
Beradu jumawa
Surya turut bersaing laju
melesat garang melampaui galah
Dhuha yang gerah
Wajah-wajah bergurat garis
Mendamba ujung perjalanan keping bernilai
Atau kertas sesobek yang melebihi harga nyawa
karam di tepi bahtera duniawi
lirih Kayuh kereta angin
Dicerca intimidasi klakson penguasa
Mengkerut tak bernyali
Pepohon gagap kebanjiran asap
Tersedu mengais romantika masa lalu
Kotaku tak seperti dulu
Sunday, 24 January 2016
Narsis
Percaya Diri
Tuesday, 19 January 2016
Pupus
"Apa yang salah dengan siti nurbaya? Dia gadis berbakti yg rela mengabaikan hati demi orangtua. Pengorbanan macam itu, tentulah berbuah surga."
Kalimat itu tiba-tiba saja menggaung, memenuhi dada bidangnya yang berkecamuk rasa. Marah, kecewa, putus asa. Tapi, bukankah semua ini salahnya sendiri? Salahnyalah telah lancang menanam bibit harapan semu sejak sepuluh tahun silam. Dipupuk dan disiraminya, hingga batangnya menjulang. Dan hari ini dirasainya buah dari tanaman yang tak berakar
Kalimat itu tiba-tiba saja menggaung, memenuhi dada bidangnya yang berkecamuk rasa. Marah, kecewa, putus asa. Tapi, bukankah semua ini salahnya sendiri? Salahnyalah telah lancang menanam bibit harapan semu sejak sepuluh tahun silam. Dipupuk dan disiraminya, hingga batangnya menjulang. Dan hari ini dirasainya buah dari tanaman yang tak berakar
Monday, 18 January 2016
Kecelakaan di Pagi Hebat
Pagi ini terlalu cerah untuk kulewati. Dari sadel sepeda matic oren-ku, kutoleh hijau hamparan di kanan-kiri. Udara segar. Kurasa akan banyak senyum sepanjang hari yang hebat ini.
Sunday, 17 January 2016
Wahai Anak Jaman!
Wahai anak jaman!
Teguhkan rasamu mendiami kepompong
biar inderamu marginal dari gulita
butakan saja dari layar gelas yang sedang memberhala
Tulikan saja dari dendang melenggang yang mencabut waras
Kunyahlah tempa
Reguklah dera
Bakarlah kelesah
Tebalkan nyali benturlah uji
Puasakan hasrat yang memikat
Samuderakan dadamu bertirakat
Wahai anak jaman!
Pewaris mercusuar peradaban
Kelak kau tumbuh seperti kerikil yang menjelma memutiara
Riang dipanen
bila masa matang menyambut
Tuban, 17012016
#catatanHariKeenam
#OneDayOnePost
Friday, 15 January 2016
Kenapa
Kenapa…
Aku bertanya tanya
Lewat puisi yang tak bernama
Kenapa manusia tak pernah lagi bertanya mengapa
Mengapa kenapa aus ditelan emosi masa
kesejatian ada karena bertanya kenapa
Mempertanyakan alasan kenapa dunia hadir
Merenungi kenapa dunia menghadirkan
Menginsafi kenapa bumi tak henti memutar roda kematian dan kehadiran
Kata mengendap dalam relung gua
Memaknai kenapa yang terus berulang
Namun laksana kata yang berumur
Kenapa, telah menjadi tua dan lanjut usia
Terlupakan dan terpinggirkan
Oleh gemerlap dian yang mencekik peradaban
#CatatanHariKelima #OneDayOnePost
Aku bertanya tanya
Lewat puisi yang tak bernama
Kenapa manusia tak pernah lagi bertanya mengapa
Mengapa kenapa aus ditelan emosi masa
kesejatian ada karena bertanya kenapa
Mempertanyakan alasan kenapa dunia hadir
Merenungi kenapa dunia menghadirkan
Menginsafi kenapa bumi tak henti memutar roda kematian dan kehadiran
Kata mengendap dalam relung gua
Memaknai kenapa yang terus berulang
Namun laksana kata yang berumur
Kenapa, telah menjadi tua dan lanjut usia
Terlupakan dan terpinggirkan
Oleh gemerlap dian yang mencekik peradaban
#CatatanHariKelima #OneDayOnePost
Thursday, 14 January 2016
3 Days Exploring Singapore
Modern, bersih, dan tertib. Itulah 3 kata paling pas untuk menggambarkan Singapore dari beberapa cerita dan video yang saya dapati. Dan setelah Allah swt memberi kesempatan menjejakkan kaki kesana, Masya Allah… banyak betul pelajaran berharga dari negeri kecil berlambang singa, yang baru saja dinobatkan sebagai pengelola sistem pendidikan terbaik di dunia versi PISA.
Wednesday, 13 January 2016
Pengamen Gaek
Pengamen gaek
Mendendang rasa di dalam kotak beraroma ciu
Senyum tergelak dari irama berparas sendu
langgam jalanan bertalu, dawai dipetik memekik pilu
Syahdu memeluk bis tua melaju
Kepala mendongak, sekelesat kembali menekuk pening
Mengembara belantara kesah duniawi
Pengamen gaek
tulus riangnya tersungging
Tak butuh puja tak peduli cibir
Hanya onggokan keping pengganjal orkestra lambung senja
plastik kucal mantan bungkus gula-gula
beredar tak putus tangan ke tangan
Namun timpukan receh enggan mendentang
Pengamen gaek
Ajeg menebar senyum
Gitar lusuhnya didekap dan menghilang berlalu
Tuban, 13 januari 2016
#CatatanHariKetiga #OneDayOnePost
Mendendang rasa di dalam kotak beraroma ciu
Senyum tergelak dari irama berparas sendu
langgam jalanan bertalu, dawai dipetik memekik pilu
Syahdu memeluk bis tua melaju
Kepala mendongak, sekelesat kembali menekuk pening
Mengembara belantara kesah duniawi
Pengamen gaek
tulus riangnya tersungging
Tak butuh puja tak peduli cibir
Hanya onggokan keping pengganjal orkestra lambung senja
plastik kucal mantan bungkus gula-gula
beredar tak putus tangan ke tangan
Namun timpukan receh enggan mendentang
Pengamen gaek
Ajeg menebar senyum
Gitar lusuhnya didekap dan menghilang berlalu
Tuban, 13 januari 2016
#CatatanHariKetiga #OneDayOnePost
Tuesday, 12 January 2016
Andai
Andai kau ijinkan aku untuknya, Tuhan
Kan kupahat prasasti dari karang di pusaran samudera
Kugali ceruk di ujung goa dan kukubur serapah yg mendarah
Andai kau ciptakan aku untuknya, Tuhan
Kujelma diriku nalendra bijak bestari
Kugoyang bayu lalu berkahwinlah sepenjuru bumi
Kuredam agni lalu birulah galaksi
Andai kau tuliskan ia untukku, Tuhan
Kuhempas badai dan kusaljukan semesta
Kubingkai warna dan kutintakan angkasa
Andai, bintang kerlap tanpa derai yg menghilir
ditingkahi bait doa yang tak putus beroda
Hingga ujung buntu memutih pintu
Bagai dedaun merenda embun di pagi buta
#CatatanHariKedua #OneDayOnePost
Kan kupahat prasasti dari karang di pusaran samudera
Kugali ceruk di ujung goa dan kukubur serapah yg mendarah
Andai kau ciptakan aku untuknya, Tuhan
Kujelma diriku nalendra bijak bestari
Kugoyang bayu lalu berkahwinlah sepenjuru bumi
Kuredam agni lalu birulah galaksi
Andai kau tuliskan ia untukku, Tuhan
Kuhempas badai dan kusaljukan semesta
Kubingkai warna dan kutintakan angkasa
Andai, bintang kerlap tanpa derai yg menghilir
ditingkahi bait doa yang tak putus beroda
Hingga ujung buntu memutih pintu
Bagai dedaun merenda embun di pagi buta
#CatatanHariKedua #OneDayOnePost
Monday, 11 January 2016
Air langit
Air langit
Pada temaram di sore sabit
Menumpah ruah,
menghalau asa yg hampir tamat
Lintang mencemburu,
mnjadi saksi bumi berobat rindu
tak panjang bilang, angkasa kembali bisu
Langit congkak membiru
laut pelit berhibah meski hnya partikel setitik
awan merengek resah menanti kawan mengiring langkah
sembelit melilit, bagai hidronefrosis stadium dewa
Klorofil tak kenapa masih bersuka dipeluk surya
Namun akar terkubur, berandai suara meski hnya sebait sumbang
mengering, mengerang mnanggung rintih
Memohon air langit Menghidupi nirwana fana
Pada temaram di sore sabit
Menumpah ruah,
menghalau asa yg hampir tamat
Lintang mencemburu,
mnjadi saksi bumi berobat rindu
tak panjang bilang, angkasa kembali bisu
Langit congkak membiru
laut pelit berhibah meski hnya partikel setitik
awan merengek resah menanti kawan mengiring langkah
sembelit melilit, bagai hidronefrosis stadium dewa
Klorofil tak kenapa masih bersuka dipeluk surya
Namun akar terkubur, berandai suara meski hnya sebait sumbang
mengering, mengerang mnanggung rintih
Memohon air langit Menghidupi nirwana fana