Sunday 22 June 2014

Nyontek



Sebagai pendidik saya selalu menasehati murid-murid saya agar jujur saat ujian. Saya benci jika menemukan murid saya curang, menyontek/ngrepek, saling bertanya jawaban, ketika mengerjakan test obyektif yang sifatnya individual dan closed book. Maka dalam kondisi lain ketika posisi saya adalah peserta didik, saya akan konsisten untuk jujur dalam ujian, tidak ngerepek, tidak menanya jawaban pada orang lain, juga untuk tidak menconteki orang lain. 

Namun tidak gampang ternyata.  Dalam beberapa kesempatan seperti itu, saya banyak diuji.
Dan mereka yang menguji konsistensi saya, dengan terang-terangan minta saya conteki, terang-terangan ngerepek atau phone a friend di kanan kiri saya, tidak lain rekan-rekan saya, para bapak/ibu/ pendidik yang memiliki tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa. 



Untungnya sejauh ini Allah memudahkan niat saya, untuk tidak nyontek atau nyonteki orang saat test.  Kekhawatiran dibilang pelit dan tidak setia kawan, pun saya tepis jauh-jauh. Dalam kondisi selain sedang test saya dengan tulus akan berbagi dan berkawan akrab dengan semua. Tapi saat test, no way!!!

Ironis memang, tapi itulah yang terjadi di ujian semester saya. Pengawas ujian sengaja mengijinkan, bahkan kadang menyarankan, buka buku saja, agar dapat nilai A. Tapi menariknya, meski sudah buka buku sekalipun, tak satupun teman2 yang curang ini yang tidak mengeluh kesulitan. Belum lagi, mereka jadi menghabiskan waktu dan perlu konsentrasi tingkat tinggi. Bagaimana tidak, tiap satu nomor harus searching jawaban dari buku modul yang tebalnya ampun-ampunan. Iya kalo segera ketemu, kalo tidak? Bisa-bisa 1 nomor butuh waktu 1 jam untuk menjawab benar. Belum lagi kalo setelah ketemu bahasan yang tepat tapi yang ditanyakan tidak spesifik dijelaskan, masih harus menalar juga. Jadi apa enaknya ngrepek kalo gitu??? :D :D

Saya tidak ngrepek. Saya tidak curang. Saya tidak bilang soal ujiannya mudah atau jawaban saya betul semua. Sebetulnya saya juga kesulitan. Tapi saya puas mengerjakan dengan jujur. Saya tidak menghabiskan banyak waktu mengerjakan karena saya mempercayakannya pada daya ingat dan nalar saya, serta pakai hati untuk berdoa, agar soal-soal yang saya tak yakin jawabannya itu, dibetulkan oleh Allah. 

Sungguh saya heran dengan budaya menyontek di negeri ini. Nggak guru nggak murid sama saja. kok nggak malu  ya? Beberapa kali mengikuti diklat dengan guru, itu pula yang terjadi saat pre test atau post test. Mbok ya salah gak papa, gitu aja kok bingung. Apakah nilai jelek mengganggu harga diri mereka? Lalu kenapa menyontek tidak dianggap merendahkan harga diri? 

Saat 2 sesi itu berlangsung, hampir selalu saya kabur mencari tempat strategis agar tidak ditanya jawaban ini itu. Di pelatihan terakhir saya kemarin demikian juga. Sebelum post test ibu di sebelah saya sudah menyombongkan posisi duduknya ke kawan-kawan lain karena yakin dapat contekan dari saya. Pada saat beliau bragging ini-itu, pikiran saya justru lagi berkelanan mencari bangku kosong di depan. Dan alhamdulillah ketemu bangku kosong yang sesuai harapan. Begitu selesai post test dan saya harus mengambil tas serta laptop saya di tempat semula, saya sampaikan “ maaf ya bu, saya tidak bisa memberikan contekan. Saya tidak biasa contek-contekan” beliau ngeless “ ah tadi itu Cuma bercanda kok. Nggak papa dik” sambil tertawa.

Saya jadi merasa aneh, saya tidak salah tapi untuk sekedar unggah-ungguh saya harus minta maaf. Dan teman saya yang mau nyontek, itu jelas perbuatan tidak benar, tapi dia malah tertawa. Benar-benar aneh...

0 comments:

Post a Comment