Monday 2 November 2015

Membaca ulang Sejarah

Sejak di bangku sekolah dasar kita telah dikenalkan bapak ibu guru kita tentang sejarah; sejarah sebelum munculnya istilah nusantara, sejarah perjuangan pribumi melawan penjajah eropa yang ingin menguasai nusantara, sejarah bersatunya para pemuda yang menamai tanah airnya Indonesia, hingga sejarah paska kemerdekaan. Pada saat yang lain kita diajari tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia, dengan nama-nama tokoh yang berbeda dengan sejarah yang diajarkan sebelumnya, padahal kurun waktu dan tempat tinggal mereka ini sama.

Kita tidak sadar, pelajaran sejarah telah memetakan fakta-fakta yang seharusnya tidak terpisahkan
menjadi 2 kisah berbeda tokoh dan kondisi; sejarah kemerdekaan dan sejarah Islam di Indonesia. Otak belia kita dipenuhi beban menghafal nama raja-raja, nama isteri dan anak raja, tanggal lahir dan meninggalnya para raja beserta para keluarganya, kemudian menghafal nama-nama pahlawan, tempat tanggal lahir, tempat tanggal meninggal, nama-nama gubernur VOC, tahun demi tahun penyerangan Belanda ke titik-titik wilayah nusantara, dan seterusnya. Tak ada waktu mengaitkan kejadian ini dan itu, di sini dan di sana. Tak ada istilah analisis sejarah. Yang ada hanya hafalan sejarah. Sehingga sampai usia kita dewasa, ketika otak kita diminta merecall apa saja yang kita ketahui tentang sejarah Indonesia, yang dapat kita lakukan hanya menjodohkan nama-nama para pahlawan nasional pada gambar mereka masing-masing. Beberapa kita masih ingat dari mana asalnya, tapi sebagian besar kita lupa. Sungguh memilukan.

Banyak fakta tak tersampaikan dalam sejarah yang diajarkan dengan pendekatan hafalan pada jaman kita sekolah dulu. Namun bukan pada buku saja. Banyak fakta disembunyikan dan dipinggirkan. Bagaimana Islam menjadi nafas dari seluruh fakta perjuangan kemerdekaan Indonesia, bahkan sebetulnya nafas peradaban dunia. Ya, Islam agama kita, yang selama berabad-abad menguasai dunia dengan ketinggian moral, ilmu pengetahuan dan budaya. Islam agama kita yang mengatur segala lini aspek kehidupan; syariat, moral, pendidikan, ekonomi, social, serta politik, yang karenanya negara-negara yang menamai dirinya wilayah Barat menjadi kelabakan tak lagi dapat memonopoli wilayah yang mereka namai Timur. Dan karenanya Barat merasa perlu menyembunyikan fakta, membalik kondisi dan merebut kejayaan Islam. Sungguh sayang jika kita umat Islam tak pernah mendalami itu semua.
Kita paham biografi dan kisah hidup tokoh-tokoh Barat yang luar biasa; para penemu, tokoh politik, penguasa-penguasa bisnis dunia, yang beberapa di antaranya menjadi tokoh penting untuk menyemangati hidup kita, namun minim dengan sejarah Islam, sejarah Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin, sejarah Khilafah Islamiyah, serta para salafus shalih yang demi cintanya kepada Allah Swt demikian gigih menuntut ilmu dan meninggikan ilmu dan peradaban untuk umat manusia seluruh alam.

Karena itu semua, kita perlu belajar lagi. Kita perlu mengurai fakta dan membaca ulang sejarah. Bukan untuk melakukan romantisme sejarah dengan menyombongkan ketinggian masa lalu yang kini sudah banyak terampas, namun untuk menanamkan kebanggaan pada diri kita umat Islam, dan kembali mengambil alih kejayaan yang telah dirintis para mujahidin terdahulu, agar lebih banyak rahmat Allah yang dapat kita sebar luaskan bagi seluruh alam.


0 comments:

Post a Comment