Friday 20 May 2016

Publish or Perish!


 Apa kabar sobat semut, kawan ODOP, atau anda visitor nyasar? Semoga tetap semangat, tambah semangat, dan terus semangat mewarnai bumi dengan tarian pena, yang mengemban pesan untuk mendamaikan dunia.



Alhamdulillah, akhirnya Sekolah Menulis Tuban (Semut) untuk tahun ini bisa dilaunching, meski tatap mukanya baru akan dimulai nanti setelah lebaran. Semut yang diproklamirkan pertama kali pada awal 2014 merupakan cikal bakal berdirinya FLP Tuban.


Dalam perjalanannya, Semut akan menjadi sistem seleksi yang natural untuk mengetahui siapa yg sungguh-sungguh dan siapa yang hanya ingin-inginan saja menapak jalan kepenulisan. Buktinya dari lima puluhan peserta Semut season l, hanya sekian belas yang bertahan hingga saat ini. Itupun, beberapa masih angot-angotan.


Saya teringat tahun lalu, belum genap Semut menapak 3 bulan, seorang siswa mendadak melow. Pemicunya, karena ditugasi membuat sebuah tulisan fiksi dan non fiksi. Dengan icon berurai air mata dia megunggah barisan kata, yang intinya begini, "saya kira, saya mencintai dunia menulis. Ternyata, hanya ingin yang sekali hinggap dan tak cukup kuat membuat saya menyisihkan hening barang sebentar, di tengah timbunan tugas dan rutinitas. Bahkan, untuk sekedar membuat diri merasa terpaksa, pun tidak".


Hm.. saya no comment. Mau bagaimana coba? Kasih solusi begini begitu? Bukan tak bisa. Saya tak yakin itu bekerja, karena dia yang memilih berhenti.


Saya sendiri telah banyak menemukan, orang-orang yang mengaku suka menulis, tapi ternyata rasanya itu hanya hembusan yang lekas berlalu. Sibuk ini, sibuk itu, ada saja. Bukankah konsekuensi dari suka, kita akan bersedia memprioritaskanya, apapun kondisinya! Apa kemudian, jika dia tak sibuk, akan menjamin karyanya lahir merentet seperti kereta? Nah, coba kawan lihat, Ahmad Fuadi, Andrea Hirata, Asma Nadia, mereka bukan pengangguran. Mereka bukan tak punya kerjaan lain selain menulis. Mereka punya aktivitas padat, tapi karena hatinya tulus mencintai menulis, maka waktu istirahat yang tersandera pun tak pernah disebutnya pengorbanan. Karena mereka suka.


Nah, teman. Kita sama. Saya, seorang penulis pemula, masih sering dihinggapi malas. Tak jarang, menunda kesempatan. Tapi selalu pertanyaan-pertanyaan ini menuntut, dan membuat saya berdiri lagi. Untuk apa kita menulis? Apakah dunia butuh tulisan kita? Tidak! Dunia tak butuh! Kitalah yang butuh menulis, agar kebaikan kita abadi. Mengalir sederas aliran sungai yang bening. Menjadi penolong saat tubuh kita telah tak bergeming ditimbun tanah.


Publish or Perish!
Menulis, atau biarkan ide-idemu musnah di telan angin!





2 comments: