Friday 29 January 2016

Pay it forward

Pay it forward. Bagi penggemar film Hollywood, terutama film-film tahun 2000-an, dijamin tidak asing dengan istilah ini. Yup, pay it forward adalah sebuah judul film inspiratif tentang anak kecil yg mengubah dunia. Meski sudah jadul, ada saja kejadian yang spontan mengingatkan saya pada kalimat ini. Termasuk hari ini di jalan raya, ketika saya bertemu nenek tua yang sedang kesulitan membawa barang-barangnya.


Pay it forward adalah konsep yang dihadirkan anak kecil bernama Trevor, seorang murid elementary school, untuk menjawab tantangan gurunya yang memberikan tugas sosial 'membalas kebaikan bumi yang sudah smakin tua'. Bisa dibilang, menciptakan jejaring kasih sayang seperti sebuah MLM, namun bukan multi level marketing untuk mencari keuntungan, melainkan untuk menebar kebaikan agar kelak semua penduduk bumi dapat saling berbagi kasih. Inti dari ide ini, kita harus membantu minimal 3 orang yang sedang butuh pertolongan. Yang kita tolong tidak harus membalas bantuan kita, tapi wajib meneruskan bantuan pada 3 orang lainnya.

Terilhami pay it forward, ada beberapa hal yang sempat saya sepakati secara khusus dengan beberapa teman kuliah dulu, agar kebaikan itu selalu disambung terus menerus.

Pertama,mewariskan cover dan klip bekas skripsi setelah kita lulus. Di masa akhir penyusunan skripsi,  lazimnya ada beberapa cover mika dan klip yang harus disiapkan setiap mahasiswa untuk menyampuli dan menjilid beberapa copy skripsinya sementara sebelum disidangkan. Meski sepele, tapi mengingat menumpuknya aneka anggaran yang telah menguras dompet seorang mahasiswa dalam menyusun skripsi hingga menjelang wisuda, maka mewariskan cover mika dan klip ini bisa sedikit membantu. Seorang kawan yang skripsinya dinyatakan lulus dan naik level untuk dijilid permanen, cover mika dan klipnya dihibahkan pada saya. Saya, harus meneruskan warisan itu kepada kawan lain yang membutuhkan, kelak ketika skripsi saya kelar. Demikian seterusnya hingga kedua macam barang itu tak dapat digunakan lagi.

Kedua, mengajak teman mengurus surat keterangan tunggakan buku perpustakaan. Merupakan salah satu syarat administrasi di kampus saya sebelum wisuda adalah mendapatkan pengesahan dari berbagai perpustakaan di Yogya dan sekitarnya bahwa nama kita terbebas dari tunggakan peminjaman buku. Ada belasan perpustakaan yang diwajibkan kampus untuk dimintai keterangan, meski kita belum pernah sama sekali mendatangi dan pinjam buku di tempat tersebut. Karena tempatnya yang jauh dan cukup ribet rutenya, maka ketika kita mengurus surat tersebut pastikan kita mengajak teman yang hendak wisuda setelah kita. Ini akan sangat memudahkannya untuk mengurus surat itu di kemudian hari. Tidak lupa mewasiatkan, kelak dia harus mengajak calon wisudawan setelahnya.

Ketiga,bukan hal baru, getok tular kesempatan. Saya dan teman-teman biasa saling berbagi berita gembira apa saja, mulai dari menemukan buku bagus untuk difotokopi bersama, ada kesempatan beasiswa yang masih lowong, burning cd program dan lain-lain.

Setelah lulus, ada 1 hal yang saya 'pay it forwardkan' hingga sekarang. Meminjamkan buku panduan kehamilan. Buku ini saya dapatkan sebagai hadiah dari sebuah stasiun tv. Sangat berjasa menemani dan memberi wawasan sejak kehamilan saya yang pertama. Karena sangat terbantu, saya selalu menawarkan buku itu untuk teman yang sedang hamil. Begitu sudah melahirkan, buku itu akan berpindah ke kawan lain yang sedang pregnant.

Demikianlah, berbagi tidak harus dimulai dari hal yang besar bukan?

0 comments:

Post a Comment