Wednesday 30 March 2016

Bapak dan Wayang

Bapakku (almarhum) adalah penggemar Mahabharata. Lebih sebetulnya. Level fan-boying beliau sudah di atas rata-rata. Tidak hanya hafal semua tokoh cerita, beliau juga bisa menggambarkan masing-masing tokoh dengan sempurna. Beberapa malah pesan lukisan wayang di atas kaca, yang ini, oleh alm bapak saya menjadi sebuah side-job selain aktivitas rutinnya ngantor di PEMKAB.

Selain menggambar di kaca, bapak seringkali diminta mengukir tokoh Arjuna dan Sri Kandi di atas cengkir gading, untuk upacara selamatan tujuh bulanan kehamilan (mitoni).


Sudah kubilang tadi, bahwa bapakku bukan penggemar biasa. Selain bisa melukis wayang di atas kaca yang bisa jadi tambahan uang sakuku, bapak juga suka menggumam seperti dalang, di sela waktu kosongnya. Kenapa hanya menggumam? Karena bapak tak punya sekotak peti berisi wayang. Jadi, hanya begitu yang dapat beliau lakukan. Tapi itupun telah menjadikan teman-teman bapak hafal pada kebiasaanya sehingga beberapa memanggilnya Ki. Ki, adalah nama depan untuk para dalang, seperti Ki Anom Suroto, Ki Mantep, Ki Naryo (mantan wakil Gubernur jatim).

Bapak hampir selalu menonton pertunjukan wayang, jika ada yang mengadakan. Jangankan di luar kecamatan. Di luar kota, radius 50-100 km, masih termasuk jarak yang mungkin buat Bapak. Naik sepeda motor, setelah Bapak punya rizki untuk beli motor. Sebelumnya tentu saja hanya dengan bersepeda angin merek phoenix warna biru, yang dulu juga senantiasa menjadi kendaraan mengantarku berangkat sekolah.

Dalang-dalang hebat senusantara, hampir semua pernah ditunggui bapak besutan dan tampilannya. Suwengi Ngedur. Semalam suntuk. Tapi menurut bapak, prestasi tertinggi beliau dalam dunia perwayangan, adalah bertemu Ki Naryo di kantor Gubernur Jatim. Bukan soal wayang sebetulnya. Bapak didhapuk mengantar surat penting yang harus disampaikan langsung kepada pejabat tinggi yang juga dalang tersebut, langsung ke ruang kantor beliau.

Bapak sangat girang, tentu saja. Ketika dua orang bernama Sunaryo ini bertemu (ya, bapakku bernama Sunaryo, kawan), Bapak menyampaikan secara personal betapa beliau ngefan sama Ki Sunaryo.

Sayangnya Bapak tak tahu cara mengoperasikan kamera. Bapak tak tahu apa itu selfie. Tak tahu bagaimana memposting rasa bangganya bertemu tokoh kebanggaannya. Tapi aku sangsi, seandainya tahu pun, apakah Bapak akan berminat melakukannya.

Ah, sebenarnya aku tak hendak menulis ini.
Tapi begitu kata "Bapak" telintas di otakku, aku selalu jadi melow begini.

Bapakku nomer satu di dunia, semoga Allah melapangkan kuburnya, mengampuni khilaf-khilafnya, mempertimbangkan semua amalan baiknya sebagai Bapak yang sangat luar biasa bagi kami sekeluarganya, yang juga sangat tulus, ringan tangan dan dermawan bagi orang di sekitarnya.

Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi, wa'fuanhu


2 comments:

  1. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi, wa'fuanhu
    Semoga bapak mba hiday Allah tempatkan di tempat terbaik..aamiin

    ReplyDelete
  2. Aamiinn... Aih pasti seru menghabiskan waktu bersama bapak. Semoga kelak disatukan lagi dalam kehidupan yang lebih abadi ^_^

    ReplyDelete